Pustakawan Sekolah Tinggi Teologi: Menjadikan Pengguna Perpustakaan Semakin Berakar dan Bertumbuh ke Arah Kristus yang adalah Kepala (Efesus 4: 14-15)
Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,
supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci
(Roma 15:4)
Saya memberanikan diri menulis artikel ini, semata mata karena ingin berbagi dalam keterbatasan pengetahuan teologi saya maupun pengalaman hidup saya. Saya bukan teolog dan tulisan ini merupakan sharing singkat tentang iman Kristen, pustakawan dan teladan Yesus Kristus berdasarkan pemamahan saya.
Saya bersyukur diberi kesempatan untuk menjadi salah satu
nara sumber di acara Musyawarah Nasional ke-2 Forum Pustakawan dan Perpustakaan
Teologi di Indonesia (ForPPTI) di STT Jakarta tanggal 25 Juni 2014. Pertama,
karena kesempatan ini (tentunya) akan memperkaya pengalaman saya untuk
berbicara di kalangan yang beragam peserta (terakhir saya berbicara di empat
Pesantren di Propinsi Jawa Barat). Kedua, karena saya dapat menempatkan posisi ‘seolah-olah’
saya adalah pengguna jasa layanan perpustakaan teologi (atau perpustakaan gereja) dan menempatkan kebutuhan
rohani saya sebagai seorang kristen.
Alasan kedua, -ini yang sebetulnya yang ingin saya gali- yaitu peran perpustakaan STT serta pustakawannya. Saya melihat
pentingnya peranan pustakawan dan perpustakaan teologi yang lebih luas
akan saya kaitkan dengan perpustakaan gereja. Tulisan ini bukan menangkat topik
yang saya bicarakan saat Munas ForPPTI, namun efek perenungan saat menyiapkan bahan yang diminta oleh panitia yaitu tentang
organisasi profesi APISI kepada peserta.
Menurut saya, ketika seseorang percaya pada
Tuhan Yesus maka kehidupan rohaninya harus bertumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan rohani ini dapat terjadi dengan mempunyai hubungan yang intim
dengan Tuhan Yesus setiap hari, beribadah secara regular pada ibadah kategorial seperti Ibadah Rumah
Tangga, Ibadah Anak-anak, Remaja, Pemuda, Kaum Bapak, Kaum Ibu
dan Lanjut Usia) serta tentunya Ibadah Umum Hari Minggu. Pendalaman Alkitab secara rutin,
Kelompok Tumbuh Bersama atau komitmen pribadi untuk
mendalami Alkitab secara mandiri.
Mengapa pertumbuhan rohani ini penting? Efesus 4: 14-15 mengingatkan
kita, bahwa sepanjang hidup kita di dunia ini, ada begitu banyak angin
pengajaran, permainan palsu dan kelicikan penyesat. Dalam menghadapi situasi
ini, Paulus, dalam suratnya kepada Jemaat Efesus menyatakan bahwa keteguhan
berpegang pada kebenaran di dalam kasih untuk bertumbuh di dalam segala hal ke
arah Dia, Kristus yang adalah Kepala.
Surat “kembar” yang ditulis oleh Paulus kepada Jemaat Kolose juga
menekankan hal yang lebih tegas lagi: Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas
Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu,
dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.
“Berakar dan bertambah teguh”
tentunya memerlukan proses belajar terus menerus. Proses belajar tentu saja
mengacu pada Alkitab sebagai satu-satunya pedoman utama kehidupan kristen. Saya percaya bahwa seperti juga Alkitab
ditulis dan dihasilkan oleh orang-orang pilihanTuhan untuk dijadikan
pegangan hidup mereka yang percaya kepada Kristus, demikian pula, Tuhan
memakai anak-anak yang dipercaya-Nya untuk menulis literatur kristen guna memberi pencerahan bagi
pengikut-Nya. Literatur pendukung Alkitab seperti ensiklopedi Alkitab, tafsiran Alkitab,
konkordansi, kamus Alkitab, atlas Alkitab serta Alkitab dalam berbagai terjemahan yang
mempunyai ragam kata kaya makna dapat digunakan sebagai bahan acuan ketika seseorang memahami isi Alkitab. Alkitab dalam bahasa Indonesia sendiri terdiri dari beberapa versi. Seringkali, makna sebuah kata bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan bahasa Inggris, misalnya, mempunyai pemahaman yang lebih dalam. Di samping itu, buku-buku rohani yang berkaitan dengan
kehidupan kristiani dapat pula menguatkan
iman pengikut Kristus.
Hal yang perlu disadari adalah
selain literatur penunjang, ada pula beragam literatur yang tidak sejalan
dengan iman kristen yang harus diwaspadai pengadaannya di perpustakaan. Situasi ini lebih mempunyai efek langsung di
perpustakaan gereja, mengingat perpustakaan ini melayani beragam tingkat usia
jemaat, dan lebih penting lagi, tingkat kedewasaan iman mereka.
Menjadi kristen
adalah proses belajar yang tiada putus. Alkitab, iman percaya dan kenyataan
hidup yang dihadapi sehari hari dan pergumulan di rumah tangga,
pekerjaan maupun masyarakat, dapat dijadikan proses pembelajaran
untuk mendewasakan iman percaya kita. Kadang, Alkitab tidak memberikan jawaban
pasti dan telak dalam membantu kita memecahkan permasalahan kehidupan kita yang
begitu banyak dan kompleks. Namun kita percaya bahwa Kristus tidak meninggalkan
kita. Tidak jarang beragam sumber dijadikan sebagai ‘referensi’ kita untuk
memecahkan masalah tersebut seperti buku-buku rohani serta sharing sesama jemaat
atau pendeta, bahkan lewat pengalaman rohani kita sendiri. Apapun
masalahnya, kristen percaya bahwa Ia menyertai senantiasa. Seperti tertulis
pada Matius 28:20, saat kenaikan Kristus dan pesannya untuk menjadikan semua
bangsa muridNya, bahwa Ia menyertai senantiasa sampai akhir zaman.
Pengalaman mengandalkan Kristus
dalam setiap aspek kehidupan kita juga bukanlah sikap hidup yang hanya
mengandalkan perasaan semata. Sikap hidup beriman serta percaya bahwa Tuhan
kita tidak akan meninggalkan kita, adalah sikap iman, karena kita mengenal Tuhan
kita secara utuh, menyembahNya dan hidup seturut kehendakNya seperti yang tertulis dalam Alkitab. Menurut saya, iman tidak dilandasi pada perasaan, namun
keyakinan pada suatu kebenaran yang hanya ada dalam Yesus Kristus, yang diawali
saat kita percaya padanya (Yohanes 3:16: Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada Nya tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal).
Hidup sebagai orang percaya tidak berarti kita selalu bahagia dan bebas masalah. Selama hayat dikandung badan, dan selama nafas masih ada, masalah dan pergumulan manusia akan terus ada. Demikian juga Kristen. Bagian kita adalah percaya pada Roh Kudus yang senantiasa memimpin. Kita mencari kehendakNya dengan memiliki hubungan pribadi yang erat dengan Sang Khalik lewat membaca Alkitab dan berdoa setiap hari. Kita menjaga persekutuan yang erat dengan jemaat di mana kita ditempatkan serta bersaksi dan melayani. Hal ini dapat menjadi sebuah pola kehidupan kristen di dunia ini hingga Kristus datang kembali ke dunia untuk ke dua kalinya. Hidup beriman kita hendaknya dilakoni dengan kesungguhan dan bukan karena tradisi semata.
Alkitab menjadi pegangan Kristen terus menerus, karena kristen adalah jemaat yang terus bertumbuh semakin dekat denganNya, semakin sungguh menyembahNya dan semakin taat dan kuat berakar dan bertumbuh ke arah Dia, Kristus yang adalah Kepala, sehingga kita akan menjadi serupa denganNya dalam kesaksian kita dimanapun kita berada. Kadang, ayat-ayat Alkitab yang sama akan berbicara kepada kita dan memberikan makna yang berbeda dari waktu ke waktu. Bukan karena kita dapat seenaknya memberi interpretasi pada ayat tersebut, namun, kedewasaan iman serta pengalaman hiduplah yang menjadikan demikian. Alkitab tidak pernah ketinggalan jaman. Alkitab selalu konsisten namun tetap up to date dengan perubahan jaman.
Pustakawan yang Melayani
Peran pustakawan sekolah teologi atau pustakawan
gereja dalam melayani pemakainya jelas penting. Ia mempunyai tugas melayani kebutuhan informasi pengguna dengan menyediakan sumber-sumber
informasi yang memuat pengetahuan ketuhanan, dasar kepercayaan kepada Allah dan
agama. Ketika kita berbicara 'melayani' maka tokoh utama yang dapat kita teladani adalah Kristus. Kristus
datang ke dunia ini untuk melayani manusia dan mati untuknya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita. Ia datang dengan mengambil rupa seorang hamba, padahal
Ia adalah anak Allah (Filipi 2:6-8). Melayani mengandung makna ‘pelayan’,
seseorang yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan orang yang dilayaninya.
Pelayan disini tentu bukan seseorang yang dengan mudah disuruh dan diperintah,
melainkan pelayan yang mempunyai misi memperlengkapi orang yang dilayaninya. Pustakawan
adalah melayani. Kristus datang untuk melayani. Dalam profesi kita, jelaslah
siapa teladan kita dalam melayani ini.
Memahami bahwa profesi pustakawan yang ditempatkan Tuhan di tempat yang khusus ini sejatinya membuat pustakawan ForPPTI berlomba-lomba untuk menunjukkan performa kerja yang terbaik. Sama seperti kristen di profesi lain, bahwa ketika kita bekerja, kita bekerja untuk kemuliaan Allah bukan untuk manusia. Seperti yang tertulis dalam I Korintus 10:31: Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
Yesus Kristus: Membaca, Pencerita, Berpikir Kritis dan Ilmiah
Sebagai pustakawan Kristen, selain jiwa melayani, banyak teladan yang dapat kita pelajari dari Yesus Kristus. Ketika berusia 12 tahun, bersama Maria dan Yusuf, mereka menuju Yerusalem pada hari raya Paskah (Lukas 2:41). Setelah hari perayaan selesai, Yesus tinggal di Yerusalem tanpa diketahui orang tuanya. Ketika orangtuanya kembali mencari Dia di Yerusalem, Yesus berada di Bait Allah. Apa yang dilakukan Yesus diusia semuda itu? Ia duduk ditengah-tengah alim ulama sambil mendengarkan dan mengajukan pertanyaan (ayat 46). Lebih dari itu, di ayat 47 tertulis bahwa semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
Pada pengajarannya selama kurun waktu 3 tahun, Yesus
senantiasa mengacu ajarannya kepada Kitab-kitab ‘Perjanjian Lama’ untuk
menguatkan ajarannya. Kata-kata seperti: ‘Ada tertulis…’menunjukkan bahwa Ia
paham benar apa yang diyakini-Nya. Perkataan ini juga menunjukkan bahwa Ia
tidak asal bicara, tapi Ia mengutip. Jika dianalogikan dengan masa kini, hal
ini mirip dengan kutipan pada penulisan karya ilmiah dan referensinya. Hingga Ia dicobai di gurun pasir setelah Ia
berpuasa 40 hari lamanya, ia tidak meng’encounter’
serangan Iblis dengan kata-kataNya sendiri, melainkan, Ia mengutip Kitab
Suci dan hal itu membuat Iblis meninggalkanNya, lalu Ia dilayani oleh
malaikat-malaikat Tuhan. Tuhan Yesus adalah pembelajar, Ia banyak membaca. Ia
pahami benar apa yang dibacaNya.
Banyak
perumpamaan yang Tuhan Yesus ungkapkan saat Ia mengajar. Ia menggunakan
perumpamaan agar pendengarnya dapat dengan mudah mencerna maksud ajarannya.
Saat ini, kita bercerita pada anak-anak agar mereka mendapatkan kisah-kisah
menarik yang memperlengkapi daya imajinasi dan kreasi mereka. Berapa banyak orang menanti-nantikan
kesempatan untuk bisa bersama Yesus saat itu agar dapat mendengar
cerita-ceritaNya? Tentu saja bukan sekadar mendongeng, melainkan melalui
cerita-cerita perumpamaan yang Ia sampaikan, kebenaran pengajaranNya dapat
dipahami pengikutNya. Dengan metode ini, Tuhan Yesus menarik banyak orang untuk mendengarNya, sekaligus memberi pengajaran kepada mereka.
Apakah Tuhan Yesus berpikir kritis? Ia tidak saja berpikir kritis, namun Ia juga berhikmat dan bijaksana dalam menyampaikan jawaban-jawaban atas segala hal yang ditanyakan orang orang pada Nya. Yesus memberi contoh bahwa ke’pandai’an harus diimbangi dengan kebijaksanaan. Tentu saja, dengan kuasaNya, ia sering kali memecahkan permasalahan orang-orang yang mencari-Nya. Tuhan Yesus tidak saja berilmu, pandai berkomunikasi (Ia tahu kapan Ia harus diam (saat Ia dihakimi Pilatus dan memikul salib-Nya), kapan Ia harus marah (saat Ia melihat Bait Allah dijadikan pasar) dan bagaimana Ia harus menghadapi berbagai karakter orang dan menjadikan mereka percaya kepadaNya (kisah Zakeus si pemungut cukai, perempuan Samaria, Orang kaya yang ingin menjadi pengikut=Nya dan sebagainya).
Penutup
Tulisan ini masih jauh dari sebuah tulisan tentang
teladan Yesus Kristus dalam profesi pustakawan. Tulisan ini hanya mengupas
sedikit tentang Kristus, kristen dan pustakawan kristen. Masih banyak hal-hal
lain yang dapat kita pelajari dari Tuhan Yesus sebagai teladan profesi
pustakawan yang saya yakin tiap kita mempunyai pengalaman maupun pendapat yang
berbeda. Saya yakin pembaca juga mempunyai perspektif dan pengalaman sendiri yang mungkin bisa dbagikan.
Menurut saya, teman-teman pustakawan STT dan pustakawan gereja, profesi pustakawan mempunyai kontribusi penting bukan saja melayani pelanggan perpustakaan atas kebutuhan informasi untuk pengetahuan teologi mereka namun juga dalam kehidupan pertumbuhan rohaninya bahkan bagi pustakawan itu sendiri. Bagaimana?
Comments
Semoga bermanfaat :)
Salam,
Hanna