KOLABORASI GURU DAN PUSTAKAWAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA SISWA DALAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH
KOLABORASI GURU DAN PUSTAKAWAN
DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA SISWA
DALAM GERAKAN LITERASI SEKOLAH*
oleh: Hanna Latuputty
Reading is not just a matter of life and death; it is much more
important than that.
(Alan Gibbons-Author, Organizer & Campaign for the Book)
A. Pendahuluan
Kegiatan membaca merupakan sebuah
isu yang tidak pernah terlepas dari sebuah perpustakaan sekolah. Pustakawan
sekolah selalu berusaha untuk menanamkan kegiatan gemar dan cinta membaca bagi
para siswa dan komunitas sekolahnya. Kerjasama dan dukungan dari pihak kepala
sekolah dan manajemen serta komunitas sekolah di mana perpustakaan itu bernaung
memegang peranan yang sangat penting pada implementasi kegiatan ini.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
merupakan sebuah inisiatif pemerintah yang memerlukan dukungan perpustakaan
sekolah dan pustakawannya. Pustakawan perlu terlibat secara langsung dalam Tim
Literasi Sekolah untuk merencanakan berbagai kegiatan yang mendukung
pengembangan budi pekerti siswa melalui kegiatan membaca.
Sebagai organisasi profesi, APISI
mendukung dan memberi keleluasaan bagi para pustakawan sekolah untuk
mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan buku dan kegiatan membaca untuk penanaman
cinta dan budaya membaca di berbagai kalangan. Penanaman gemar membaca perlu dilakukan
sedini mungkin bagi anak-anak kita (bahkan ketika mereka masih bayi) sehingga
ketika pada tingkatan sekolah menengah, para siswa ini akan siap untuk menerima
keterampilan literasi informasi lebih dalam lagi. Literasi informasi yaitu seperangkat keterampilan untuk memecahkan
masalah ataupun untuk membuat keputusan, baik untuk kepentingan akademisi
ataupun pribadi, melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi
dari beragam sumber serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efisien,
efektif dan beretika (George, 2012). Untuk itu, keterampilan membaca merupakan
landasan dari literasi informasi yang dapat dilaksanakan secara terencana dan
terprogram sejak usia dini. Tulisan ini mencakup gambaran umum tentang GLS,
konsep dasar mengapa membaca itu penting serta beragam contoh kegiatan yang
dapat dilakukan di sekolah dengan keterlibatan perpustakaan sekolah.
Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang
ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik
(Kemdikbud, Desain Induk:7). Gerakan
ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan membaca dan menulis serta
menanamkan kecintaan membaca pada siswa pada semua jenjang sekolah untuk
mempersiapkan para siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Tujuan umum dari GLS
adalah menumbuhkembangkan budi
pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang
diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar
sepanjang hayat (Kemdikbud, Desain Induk:5). Menjadikan siswa pembelajar
sepanjang hayat merupakan misi dari setiap perpustakaan sekolah. Dengan
demikian, kesamaan ini seharusnya membawa perpustakaan sekolah dan
pustakawannya berperan lebih kuat lagi dan bekerja sama dengan lebih erat lagi
dengan pemangku jabatan dan pihak terkait dalam komunitas sekolah.
Pada pelaksanaannya, GLS
melibatkan komunitas sekolah seperti: peserta didik atau para siswa sebagai
target utama program; pendidik atau guru; kepala sekolah; pegawai sekolah;
pengawas sekolah, komite sekolah, orangtua/wali, penerbit, media, pemimpin
komunitas dan pemangku jabatan di bawah Direktorat Umum Pendidikan Dasar dan
Menengah Kemdikbud. GLS ditetapkan untuk dilaksanakan sejak sekolah tingkat
dasar hingga menengah atas, termasuk sekolah kejuruan dan sekolah luar biasa.
Penerapan GLS dikembangkan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang salah satu tujuannya adalah menumbuhkembangkan
kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Salah satu kebiasaan yang baik yang dianggap penting
adalah kegiatan membaca.
C. Mengapa GLS?
GLS dikembangkan berdasarkan
beberapa fakta tentang kegiatan membaca orang-orang Indonesia. Menurut data
PISA tahun 2009, Indonesia berada pada urutan 57 dari 65 negara dengan score OECD: 396/493. Pada tahun 2013, rankingnya justru menurun dan
tidak membaik, Indonesoa berada diurutan 64 dari 65 negara dengan score OECD 396/496. Data PIRLS pada
tahun 2011 menempatkan Indonesia pada posisi 45 dari 48 negara dengan score
428/500. Ditambah lagi UNESCO (2012) menyatakan bahwa hanya satu dari seribu
orang Indonesia yang membaca. Disisi lain, CIA World Factbook (2015) menyatakan
bahwa total populasi melek huruf (literacy)
orang Indonesia adalah 93%. Dengan demikian hampir seluruh populasi bangsa
Indonesia bisa membaca dan menulis, namun kegiatan membacanya masih tergolong
rendah.
D. Mengapa Membaca Penting?
Ada beberapa alasan yang menjawab pertanyaan mengapa membaca penting
dan beberapa diantaranya adalah:
a. membaca menciptakan imajinasi, memperluas pemahaman kita tentang dunia, memperkuat dan memberi kenyamanan pada kita dan merupakan ‘bahan bakar’ untuk pendidikan seumur hidup (Reading is fundamental,2016). Alasan ini menjadi penting dalam peran perpustakaan sekolah karena keduanya memiiki misi yang sama yaitu menyiapkan komunitas sekolah, khususnya peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup.
a. membaca menciptakan imajinasi, memperluas pemahaman kita tentang dunia, memperkuat dan memberi kenyamanan pada kita dan merupakan ‘bahan bakar’ untuk pendidikan seumur hidup (Reading is fundamental,2016). Alasan ini menjadi penting dalam peran perpustakaan sekolah karena keduanya memiiki misi yang sama yaitu menyiapkan komunitas sekolah, khususnya peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup.
b.
kegiatan membaca mempengaruh perkembangan kognitif seseorang.
Dalam
penelitiannya, Stanovich & Cunningham (1992) mengungkapkan bahwa siswa yang membaca lebih banyak
buku, melakukan test sejarah dan sastra lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan membaca akan memperluas wawasan seseorang dan
memudahkan penyerapan pelajaran sekolah
khususnya untuk mata pelajaran sosial. Hal ini menguatkan
pernyataan Krashen (2006) yang menyatakan bahwa membaca menjadikan seseorang lebih cerdas.
c.
Kegiatan membaca mengembangkan koneksi baru di otak yang memungkinkan kita menggunakan karya-karya
tertulis untuk menjadi batu
lompatan dalam memahami dunia orang lain (BBC, 2009). Koneksi baru yang terjadi ini selain
mengembangkan pemahaman baru terhadap suatu
objek baru yang diterima otak, juga membuat koneksi dengan konsep - konsep yang pernah diterima dalam
pengetahuan yang dibaca sebelumnya.
Buku-buku yang baik dengan demikian memberi kontribusi positif dalam mengembangkan pengetahuan baru dan pada akhirnya mempunyai kekuatan untuk mengubah kita
untuk menjadi lebih baik. Seperti
yang dikatakan Michael Rosen, seorang penulis anak dari Inggris yang menyatakan: if we don’t learn to love books, we don’t read; If we don’t read WIDELY, we don’t think DEEPLY.
(Jika kita tidak belajar mencintai buku,
kita tidak membaca; jika kita tidak
membaca secara luas, kita tidak berpikir
secara mendalam).
E. Faktor-faktor yang
menjadikan anak tidak mempunyai kebiasaan membaca
Ada beberapa faktor yang menjadikan
anak tidak mempunyai kebiasaan membaca, diantaranya adalah:
a.
Komputer (termasuk games, internet
dan televisi)
Berkembangnya
teknologi informasi memberi dampak yang sangat besar. Mereka dapat mengakses dengan mudah permainan/games di gadget mereka
untuk memainkannya. Hal ini akan membawa pengaruh lebih buruk lagi, jika orang -tua tidak memberi pengawasan yang
ketat pada penggunaan alat-alat
komunikasi ini.
b.
Orang-tua/guru yang tidak membacakan buku pada anak-anaknya.
Anak-anak
sangat mudah menerima pengaruh yang mengubah dirinya dari model yang dilihatnya. Jika tidak ada role model
bagi mereka, maka konsep
membaca hanya menjadi suatu hal yang tidak real atau abstrak. Namun
jika orang-tua membacakan buku pada anaknya maka dari contoh nyata yang akan memberikan contoh nyata bagi
anak-anak untuk membaca karena
orangtua sudah memberikan contoh kegiatan membaca yang jelas dan nyata dalam kehidupan anak-anak mereka. Salah satu penyebab mengapa orang-tua tidak
membacakan cerita ke anak-anaknya adalah
kurangnya kepercayaan diri orang-tua dalam membacakan cerita, atau juga tidak tahu bagaimana cara
menceritakan buku kepada anak- anaknya.
c.
Kurangnya sumber - sumber bacaan yang tersedia.
Jika
kita mengunjungi toko-toko buku, tidak sedikit anak-anak yang duduk membaca di sisi-sisi rak buku. Dengan
demikian, untuk menjadikan
anak-anak membaca, mereka perlu distimulasi dengan beragam sumber-sumber bacaan di sekitar mereka.
d.
Perpustakaan sekolah yang tidak berperan seperti seharusnya.
Perpustakaan sekolah yang tidak
memberikan keragaman bahan-bahan bacaan serta tidak menyelenggarakan program
perpustakaan yang memberi pemahaman para siswa bahwa kegiatan membaca itu
menyenangkan menghambat pendidikan gemar membaca para siswa. Perpustakaan
sekolah perlu didukung keberadaannya agar dapat berkembang dan menjalankan
fungsinya sebagaimana mestinya.
F. Menjadikan anak-anak pembaca
Salah satu cara untuk menjadikan anak-anak pembaca adalah
membacakan buku pada anak-anak sedini mungkin. Mengapa kita membaca kepada
anak-anak yang masih kecil ini?
a. Semakin
cepat anak-anak menikmati kegiatan membaca, semakin mereka ingin membaca dan
menjadi pembaca yang baik
b. Anak-anak
yang mempunyai kepercayaan diri dalam membaca sebelum mereka masuk sekolah dan
sudah menikmati cerita yang dibacakan kepada mereka, adalah mereka yang dapat
belajar membaca di sekolah dengan lebih sukses. Bayi - bayi pun dapat dibacakan
cerita bahwa sebelum mereka bisa baca.
c. Anak-anak
tidak dapat dipaksa untuk menjadi pembaca mandiri yang sukses dan mandiri
dengan memaksa mereka untuk membaca. Itu sebabnya mereka perlu dibacakan buku
cerita sedini mungkin untuk menangkap minat mereka pada sebuah cerita dan
kegiatan membaca serta mengasosiasikan keasyikan cerita dengan buku.
d.
Anak-anak perlu didukung, distimulasi dan dimotivasi dalam memilih buku bacaan dan membiarkan mereka
terserap dalam isi ceritanya
e.
Anak-anak perlu diberi pengalaman dalam menikmati cerita, memahami karakter tokoh di dalamnya,
narasi cerita serta plot ceritanya.
Dengan demikian, maka kegiatan
membaca ini perlu dimulai dari para dewasa yang ada disekitar mereka, baik guru
maupun orang-tua. Orangtua menjadikan dirinya pembaca, orang-tua membacakan
cerita ke anak-anak dan orang-tua yang berbicara tentang buku dan melibatkan
diri mereka dalam berbagai macam kegiatan literasi.
G. Peran perpustakaan sekolah
Peran perpustakaan sekolah dalam
menopang kegiatan menumbuhkan mnat baca pada para siswa diantaranya adalah:
a.
Mengembangkan koleksi bacaan yang berkualitas bagi para siswa, yang mencakup
koleksi lokal maupun internasional, yang merefleksikan nasionalisme, budaya dan
identitas etnik dari komunitas sekolah
b.
Mempromosikan bahan-bahan pustaka fiksi maupun non-fiksi yang bervariasi kepada
komunitas sekolah melalui kegiatan-kegiatan perpustakaan seperti book talks, library displays dan media sosial, kunjungan pengarang ke
perpustakaan sekolah dan hari-hari literasi internasional lainnya
c. Melibatkan
orang-tua dalam kegiatan atau program perpustakaan yang berkaitan dengan program
membaca baik yang dilakukan di perpustakaan maupun di perpustakaan sekolah.
H. Contoh program kegiatan membaca
Ada beberapa kegiatan program
membaca yang dapat diinisiatifkan oleh pustakawan sekolah dalam mempromosikan
kegiatan menumbuhkan minat baca bagi para siswa maupun komunitas sekolah.
Beberapa diantaranya adalah:
a. Kegiatan
Membaca Bebas
Kegiatan
membaca bebas merupakan kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memberi
kesempatan seluas-luasnya bagi para siswa untuk membaca buku yang disukainya,
menikmati ceritanya tanpa harus ada tugas akhir setelah buku selesai dibaca,
misalnya tagihan kurikulum untuk menjawab pertanyaan tentang isi buku atau
pertanyaan dan tugas lain sejenisnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam
konteks kelas perpustakaan. Para siswa dapat memilih buku yang ingin dibacanya
dari perpustakaan sekolah serta membacanya dalam satu periode pelajaran. Hal
ini dapat merangsang siswa untuk membaca secara reguler dan diharapkan
keingintahuannya dapat membuat ia terus mencari buku untuk dibacanya. Dalam
GLS, membaca hening adalah kegiatan membaca 15 menit di awal pelajaran.
Kegiatan ini melibatkan semua siswa dan guru untuk tidak melakukan hal lain
selain membaca hening. Guru yang membaca dapat memberi contoh nyata bagi para
siswa sebagai model yang dapat memberi pengaruh positif bagi mereka.
b. Membaca
Keras (Read-Aloud)
Membaca keras
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contohnya, ada suatu masa, guru atau
pustakawan sekolah membacakan cerita pendek di depan kelas dan para siswa
menyimak. Bisa juga salah satu siswa diminta untuk membacakan sebuah cerita
yang sudah ditentukan lebih dulu, untuk dibacakan di depan teman-teman
kelasnya. Selanjutnya, guru atau
pustakawan sekolah dapat memimpin diskusi singkat tentang isi cerita.
Bagi guru,
pustakawan sekolah maupun orang-tua, membaca keras dapat menjadi sarana awal
dalam mengenalkan kegiatan membaca dan keasyikan sebuah cerita pada siswa sejak
dini. Membaca keras menyampaikan
suatu peristawa dalam kata-kata, gambar
dan sering dilakukan dengan berbagai improvisasi. Cerita narasi yang pernah disampaikan secara
lisan dalam setiap budaya merupakan
sarana hiburan, pendidikan, pelestarian budaya dan penanaman nilai-nilai moral (Soboi
& Neilie, 2012).
Tips membaca
keras bagi guru dan pustakawan sekolah:
- mulailah
dengan cerita-cerita bagus misalnya yang bertema cerita rakyat dari berbagai
budaya
- cari tahu
poin-poin kunci dari cerita tersebut
- kembangkan
kosakata yang ekspresive
- bersiaplah
untuk beraksi. Pencerita harus dapat menggunakan seluruh bagian tubuhnya dalam
menyampaikan ceritanya agar dapat mempertahankan perhatian pendengarnya
- dalam suatu
moment tertentu, undanglah pencerita dari luar sekolah untuk memberikan
pelatihan bagi orang-tua, serta undanglah anggota keluarga siswa ke sekolah
untuk bercerita.
Sebelum
Membacakan Cerita:
- pilihkan buku
yang baik yang cocok untuk siswa yang akan menjadi pendengar. Ingatlah
perhatian anak-anak hanya dapat bertahan kira-kira selama 10 menit
- bacalah buku
itu terlebih dahulu, apakah buku itu cukup menarik untuk dibacakan ke para siswa pendengar
Saat Membacakan
Cerita:
- sebutkan
identitas buku yang akan dibaca, misalnya judulm pengarang, ilustrator
- pegang buku
dengan posisi tegak
- bacalah
dengan pelan dengan beberapa penekanan yang dramatik para bagian-bagian
tertentu
- tetap
kendalikan perhatian dan kontak mata dengan para pendengar
- libatkan
pendengar dalam bagian-bagian tertentu
Setelah
Membacakan Cerita
- biasanya
anak-anak beraksi secara spontan setelah mendengar sebuah cerita, berikan
beberapa lama waktu untuk mendengar reaksi mereka dan akomodasikan diskusi
kecil jika itu perlu. Jika tidak bereaksi, sesi baca cerita dapat ditutup
dengan kalimat yang positif sebagai penutup cerita.
- jika program
membaca ini merupakan program rutin, katakan pada mereka kapan waktu pembacaan
cerita akan dilakukan lagi. Hal ini akan menjaga ketertarikan mereka pada
sebuah cerita dan buku.
c. Klub Buku (Book Club)
Klub buku
biasanya dibentuk dengan mengumpulkan para siswa atau staf yang tertarik untuk
bergabung dalam kelompok Klub Buku ini. Biasanya pertemuan rutin akan diatur
dan akan ada kesepakatan bagaimana Klub Buku ini berjalan. Contohnya, untuk
Klub Buku Siswa, dapat diinisiatifkan oleh para siswa dengan menentukan waktu
pertemuan di perpustakaan sekolah serta mengatur tata cara baca bukunya. Apakah
kelompok membaca satu buku untuk didiskusikan bersama, atau masing-masing
membaca buku yang berbeda untuk kemudian didiskusikan dalam pertemuan rutin.
Pengaturan dapat bersifat fleksibel dan sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Membaca dan
Mereview Buku Bacaan
Kegiatan
membaca dan mereview buku bacaan merupakan kegiatan yang sama seperti kegiatan membaca bebas, namun
ada tagihan kurikulum ketika para siswa selesai membaca bukunya. Ada beberapa
tugas yang dapat diberikan kepada mereka, misalnya membuat ringkasan cerita,
atau menceritakan kembali di depan kelas. Tujuan kegiatan ini adalah agar guru
atau orang-tua dapat mengukur seberapa jauh, pemahaman anak dalam memahami
bacaan.
e. Memahami
bacaan dalam konteks pendidikan perpustakaan
(library skills)
Jika
perpustakaan sekolah merencanakan kelas perpustakaan secara reguler kepada
guru-guru kelas, maka pustakawan sekolah dapat mengembangkan pelajaran tentang
buku dan membaca secara berkelanjutan. Misalnya, setelah para siswa dikenalkan
dengan perpustakaan sekolah secara umum di awal tahun ajaran, maka pada kelas
perpustakaan, mereka mengenal lebih dalam lagi tentang isi atau koleksi
perpustakaan sekolahnya. Topik-topik seperti mengenal Dewey Decimal
Classification, genre buku seperti: genre keluarga, sekolah, persahabatan,
petualangan, lingkungan hidup dan sebagainya, dapat dikembangkan dalam
pelajaran perpustakaan sekolah. Waktu pelaksanaan pelajaran perpustakaan
sekolah biasanya waktu belajar siswa yang telah disepakati antara guru dan
pustakawan sekolah sebelumnya.
f. Tantangan
Membaca di Sekolah dan di Rumah/ Reading
Challenges
Tantangan
membaca merupakan program non-rutin yang dapat diterapkan baik secara kelompok
maupun seluruh siswa untuk mencapai tantangan membaca dalam suatu ketentuan
tertentu dan akan ada hadiah jika mereka dapat memenuhi tantangan tersebut.
Tantangan membaca bertujuan memberi semangat, motivasi maupun pemicu bagi siswa
untuk membaca. Kegiatan ini semacam perlombaan membaca yang diakhiri dengan
hadiah bagi pemenang.
Beberapa contoh
kegiatan Tantangan Membaca yaitu:
-
Read
Around the World Challenge; yaitu tantangan membaca pada siswa untuk
membaca dua buku fiksi dan dua buku non fiksi dalam satu tahun ajaran yang
berlangsung. Tema buku yang dibaca adalah tentang cerita atau budaya suatu
bangsa. Dengan demikian, setelah siswa menyelesaikan jumlah buku yang dibaca,
mereka akan memahami budaya atau bacaan negara lain. Penentuan jumlah dan tema
bacaan bersifat fleksibel.
-
The Summer
Reading Challenge in Libraries ; tantangan
membaca selama musim panas ini adalah salah satu tantangan kegiatan membaca
bagi anak-anak di Inggris. Kegiatan ini
dianggap menyenangkan, sederhana dan gratis. Peserta diminta untuk membaca enam
buku dari perpustakan mereka selama liburan musim panas. Akan ada stiker dan incentif lain selama
proses membaca ini untuk menjaga motivasi membaca siswa. Pada akhirnya,
pencapaian siswa ditandai dengan penyerahan sertifikat dan medali Summer Reading Challenge.
-
The Oregon
Reading Initiative: Reading Together!
Di Amerika
Serikat, kegaitan The Oregon Reading
Initiative ini menekankan pada
pengembangan guru yaitu dengan menentukan standard yang lebih tinggi lagi bagi
mereka untuk mempersiapkan guru-guru baru dalam memberi pelatihan para guru
dalam strategi membaca.
g. Perayaan
Buku dan Perpustakaan sekolah (Book
Events)
Promosi buku
dan kegiatan membaca dapat dilaksanakan
dalam bentuk sebuah kegiatan besar yang dapat disesuaikan dengan moment tertentu,
misalnya Perayaan Buku di bulan Oktober, dengan menggunakan momen perayaan Hari
Perpustakaan Sekolah Dunia maupun Bulan Bahasa di Indonesia. Perayaan ini dapat
dilakukan selama seminggu atau sebulan, atau kurun waktu yang ditentukan dan
disesuaikan dengan kondisi sekolah. Nama perayaan yang umum untuk kegiatan ini
seperti: Book Week. Beberapa kegiatan
yang dapat dilakukan dalam perayaan ini seperti:
- Visiting Authors/ Kunjungan Pengarang
Sebelum waktu perayaan dimulai, pustakawan
sekolah dapat menentukan siapa pengarang yang ingin diundang untuk berkunjung
ke sekolah. Kriteria pemilihan dapat didasarkan pada kepopuleran buku-buku yang
dibaca oleh para siswa serta dana yang tersedia. Sedapat mungkin pengarang ini
dapat diminta untuk berbicara kepada seluruh jenjang sekolah, yang ada pada
sekolah pengundang, misalnya SD, SMP atau SMA serta dapat diminta untuk memberi
pelatihan bagi para staf atau orang-tua. Di sela-sela kegiatan, dapat pula diatur waktu
tertentu bagi siswa untuk meminta tanda tangan di buku oleh pengarang ini yang
telah dibelinya.
- Film Screening/ Nonton Bareng (NoBar)
Jika fasilitas memungkinkan, pustakawan
sekolah dapat mengundang penulis buku lokal yang bukunya difilmkan. Lebih baik
lagi jika pemain film, sutradara dan produser film juga dapat disertakan.
Dengan demikian diskusi dapat dilakukan dengan lebih luas lagi. Penting bagi
para siswa atau staf untuk membaca bukunya terlebih dahulu. Setelah pemutaran
film, diskusi dan komunikasi interaktif dapat dilakukan dengan para undangan
ini.
- Reading Picnic/ Piknik Membaca
Kegiatan piknik membaca dapat digunakan dalam rangkaian kegiatan Book
Week. Kegiatan ini sederhana namun dapat memberi semangat membaca bersama
bagi siswa dan staf. Para siswa diminta untuk membawa satu buku untuk dibacanya
selama waktu istirahat sekolah sambil menikmati bekal mereka.
- Battle of The Book/Kuiz buku
Beberapa
bulan sebelum perayaan Book Week, guru bahasa Indonesia memilih beberapa buku
untuk dibaca oleh para siswanya secara bergantian. Guru ini juga nantinya akan
membuat soal-soal yang berkaitan dengan isi buku yang dibaca para siswanya.
Tergantung pada kelompok yang akan bertanding nanti, sedapat mungkin peserta
sudah membaca semua buku-buku yang dipilih oleh guru tersebut. Dengan waktu
yang ada, mereka dapat menyelesaikan bacaan tersebut dan siap untuk bertanding
saat hari 'H' nya. Para juri ditentukan, misalnya kepala sekolah atau guru-guru
lain, misalnya guru olah raga atau guru matematika. Pertandingan dihadiri oleh
para siswa lain dan guru tersebut mulai membacakan pertanyaan - pertanyaan
seputar isi buku bacaan tadi. Kelompok yang dapat menjawab pertanyaan paling
banyak, akan keluar sebagai pemenang.
- Extreme Reading Competition/Kompetisi Membaca Ekstrim
Sama seperti Kuiz Buku yang dilakukan jauh hari sebelum Perayaan Book Week, kompetisi ini juga membutuhkan
persiapan matang sebelumnya dan harus diketahui dan didampingi orang-tua. Dalam
kompetisi ini, para siswa dapat mengirimkan foto mereka saat membaca dalam
situasi yang tidak lazim, misalnya membaca di dahan pohon, di belalai gajah
atau dekat harimau (saat berkunjung ke Taman Safari Indonesia, misalnya). Foto yang dianggap paling ekstrim yang
nantinya akan memenangkan kompetisi ini. Sekali lagi, kegiatan ini perlu dan
harus didampingi oleh orang-tua.
- Book Bag and Book Mark
Competitions/Kompetisi
Desain buku dan Pembatas Buku
Kompetisi lain dalam perayaan Book Week
adalah mendesain gambar untuk dicetak di tas dan pembatas buku. Kompetisi ini
dilakukan sebelum Book Week, dan sebelum hari 'H', para juri sudah memilih
siapa pemenangnya. Untuk pemenang desain tas, pihak sekolah akan mencetak tas totte dengan desain ini kemudian dapat
dijual di komunitas sekolah. Pemenang kompetisi pembatas buku dapat diumumkan
gambarnya, jika dana memungkinkan dapat dicetak untuk dibagikan atau dijual.
- Pameran di Perpustakaan
Untuk mempromosikan perpustakaan dan buku kepada komunitas sekolah, dalam perayaan Book Week, perpustakaan sekolah dapat menggelar pameran. Tema pameran dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan dapat didiskusikan dengan
manajemen sekolah. Topik yang ditentukan
dapat dikaitkan dengan budaya lokal, atau dapat juga dikaitkan dengan pembelajaran dan kegiatan ektrakurikuler
sekolah. Misalnya, Pameran Foto
Hewan Indonesia. Fotografer yang bersangkutan diminta
untuk memamerkan hasil karyanya (serta kemungkinan untuk penjualannya). Perpustakaan sekolah
memajang buku-buku tentang hewan-hewan
Indonesia atau hasil karya siswa dalam bentuk lukisan atau gambar, misalnya. Kemudian minta fotografer
tersebut juga dapat diminta
untuk memberikan pelatihan fotografi bagi siswa jika memang itu menjadi kegiatan ektrakurikuler
sekolah tersebut.
Penutup
Menanamkan minat baca pada para
siswa sebaiknya dilakukan dengan cara yang sederhana dan menyenangkan.
Kerjasama pustakawan sekolah dengan manajemen sekolah, guru, orang-tua dan
komunitas sekolah lainnya memegang peranan penting pada kesuksesan kegiatan
ini. Kegiatan-kegiatan yang diungkapan di atas merupakan contoh yang dapat
dikembangkan lebih jauh lagi sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
Referensi:
- BBC Four. Why Reading Matters. Video. 16
February 2009.
•
Krashen, Stephen D.The Power of Reading:insights
from the research.end ed. Westport: Libraries Unlimited.2004
•
Madyawati, Lilis. Strategi Pengembangan Bahasa
pada Anak. Jakarta: Premanadia, 2016
•
Mary Lee Hahn. Reconsidering read-aloud.
2001.Ebook
•
Ruttle, Kate.
Make the Most of reading. Warwickshire:Scholastic.2009
•
Reading is Fundamental.http://www.rif.org/why-books-matter/Accessed on: 7/17/16 5:06 PM
•
Sumber
pribadi
Comments