Bacaan Remaja: Seperti Apa?
Bertepatan dengan Hari Buku Dunia tanggal 23 April 2016, APISI bekerja sama dengan Sekolah Bhakti Mulia (BM) 400, Gagas Media dan Paperback menggelar acara Sarasehan Pustakawan Sekolah dan Orang tua bertempat di Aula SMP Bakti Mulia 400 di Jakarta Selatan. Pada kesempatan ini, Direktur Utama Gagas Media Jeffri Fernando dan salah satu penulis penerbit Gagas Media, Orizuka tampil sebagai narasumber dengan moderator Om Em (Mahmudin Muhayar).
REMAJA DAN BUKU
Pak Jeffri membuka sesi panel ini dengan beberapa pendekatan publikasi buku-buku remaja yang juga didasarkan pada data-data. Gagas Media mengkategorikan remaja pada usia 13 hungga 18 tahun dan diperkirakan ada 65 juta remaja di Indonesia, yang saat ini berpenduduk sekitar 250 jiwa. Tehnologi komunikasi yang mengakomodasi kegiatan sosial remaja dalam beragam medianya ternyata memegang peranan pada alasan remaja membeli buku. Menurut Jeffri, remaja cenderung membeli buku karena keaktifan mereka di media sosial yang saling memberikan pengaruh satu sama lain. Mereka juga cenderung membeli buku karena konteks sosial maupun emosional seperti ingin didengar, ingin dihargai dan diperlakukan seperti orang dewasa. Di sisi lain, mereka adalah mahluk yang cepat bosan serta 2/3 keputusan pembelian buku berdasarkan masukan teman atau idola mereka. Bagaimana dengan peranan orang tua dalam konteks pembelian buku remaja? Ternyata remaja mempunya pengaruh terhadap orang tua untuk membelikan mereka buku bacaan.
JADI, BUKU BACAAN REMAJA SEPERTI APA?
Paling tidak, dengan mengenali karakteristik perilaku remaja seperti yang diungkapak Jeffri diatas, jenis bacaan apa yang menarik bagi remaja sedikti banyaknya dapat ditebak. Agak sulit mendapatkan jawaban yang gamblang dan kongkrit untuk menjawab pertanyaan di atas. Gagas Media sendiri mengkategorikan bacaan untuk 'cewek centil' yang berusia remaja hingga pemuda sebelum masuk dalam jenjang pernikahan. Salah satu saudara penerbitnya yaitu Bukune adalah penerbitan untuk 'adik lelaki'nya Gagas Media yaitu anak lelaki yang lagi bandel-bandelnya. Bagus juga bisa mengenal penerbit dari pencirian seperti ini karena akan memudahkan pemilihan dan pengadaan buku-buku fiksi di perpustakaan sekolah.
Beberapa buku Gagas Media yang sudah saya baca (karena dikirim gratis oleh Gagas Media sebelum acara Sarasehan) adalah: Somewhere Only We Know karya Alexander Thian dan Come on Over karya Christian Simamora (buku ini sudah saya baca dari tahun lalu). Kedua buku ini memang masuk kategori ciri buku-buku Gagas Media seperti yang disebut Jeffri di atas. Novel dewasa ringan namun menghibur dan gaya penuturan ceritnya juga mengasyikkan. Gagas Media benar-benar harus mempertahankan pencirian ini. Untuk buku-buku terbitan Bukune, saya pernah membaca Bule Juga Manusia karya Richard Miles Gaya penulisannya juga cocok untuk anak-anak laki-laki. Lucu dan menghibur. Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan penulis Raditya Dika yang sudah dibesarkan oleh Gagas Media. Beberapa bukunya bahkan sudah diangkat ke layar lebar. Meskipun ditulis dengan gaya 'kelaki-lakian' namun tidak sedikit girls yang menyukai karya-karya Raditya. Buku terakhir Gagas Media yang barusan saja saya baca adalah Apapun Selain Hujan karya Orizuka yang dibagikan saat acara sarasehan.
Visiting Author: Orizuka
Menurut Orizuka, buku remaja yang bagus adalah buku yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kapasitas mereka. Menurut saya, buku ini masuk dalam kategori ini. Seperti biasa saat acara visiting author, pertanyaan yang sering ditanyakan kepada penulis adalah proses kreatif penulisan bukunya. Bagi Orizuka proses menulisnya diawali dengan persiapan kerangka tulisan, kemudian mengambil waktu sendiri, mencari informasi lewat Google, survey tempat (jika memungkinkan) serta wawancara. Tantangan yang utama dari proses penulisan ini adalah keluhan fisik, kebosanan dan keinginan untuk menulis dengan tema lain. Menurutnya, memang diperlukan disiplin diri untuk menyelesaikan sebuah buku sebelum menulis buku yang lain.
Buku Apapun Selain Hujan mengangkat problem tratumatik seorang remaja lulusa SMA hingga ia memulai masa perkuliahannya. Dikupas dari hobi olah raganya taekwondo, Orizuka bercerit tentang hubungan keluarga, persahabatan, kesukaan pada kucing dan romantika muda-mudinya. Proses kegelisahan dan masalah yang diangkat sangat jelas dan dalam dan Orizuka perlahan-lahan membuka perban 'luka lama' yang menghantui Wira (tokoh utama buku ini) dengan alur yang manis dan tidak mengada-ada. Melalui buku ini, Orizuka seolah ingin mengatakan pada pembacanya untuk menyelesaikan permasalahan dan bukan lari darinya. Komunikasi yang terbuka dan tandas juga perlu dilakukan sebelum asumsi-asumsi yang dibuat sendiri karena emosi menyelubung dan bahkan menyetir langkah hidup sesudahnya. Namun sisi lain dari cerita ini juga menekankan bahwa proses hidup juga membawa pelajaran bermakna bagi setiap orang.
Promosi Buku dan Membaca oleh Pustakawan
Rasanya kurang pas kalau kegiatan ini tidak dikaitkan dengan dunia perpustakaan sekolah. Setelah mendengarkan kedua narasumber ini berbagi serta beberapa respon dari peserta, maka ada beberapa ide yang dapat diterapkan pustakawan dan perpustakaan sekolahnya dalam kaitna mempromosikan buku-buku remaja yang direkomendasi serta kegiatan membacanya, seperti:
1. Hashtag #nowreading di media sosial pribadi, perpustakaan maupun sekolah
Mengingat para remaja adalah mereka yang aktif dan bisa saling mempengaruhi melalui media sosial, hashtag ini akan dengan segera dibaca dan kemungkinan untuk ditelaah lebih lanjut, hingga tidak menutup kemungkinan mereka tergerak untuk membaca atau bahkan membelinya
2. Student Librarian
Bagi perpustakaan yang sudah mempunyai relawan Student Librarian, 'manfaat'kan keberadaan mereka menjadi corong perpustakaan untuk membagikan isi cerita buku-buku rekomendasi perpustakaan. Mereka dapat menciptakan trend buku bacaan yang disukai remaja dan menyebarluaskannya, baik melalui cara Mouth to Mouth, tulisan/promosi lewat buletin atau majalah dinding dan media sosial
3. Data Pembaca Rajin
Jika sistem perpustakaan sekolah memungkinkan untuk memberikan data siapa peminjam dan pembaca buku terajin, maka pustakawan sekolah dapat melakukan pendekatan ke mereka untuk juga menuliskan review buku-buku yang dibacanya utnuk kemudian disebarluaskan ke teman-temannya.
4. Sirkulasi Buku Bacaan di Perpustakaan
Seperti pajangan di toko-toko buku, pustakawan dan perpustakaan sekolahnya juga perlu rajin-rajin mengganti pajangan buku-buku rekomendasi di perpustakaan sekolahnya. Perputaran yang cepat dan pajangan buku-buku bacaan yang baru dan direkomendasi, akan menggugah pengunjung perpustakaan untuk mencari tahu tentang buku menarik untuk dibaca.
5. Wisata Literasi
Ide ini dilontarkan dari seorang guru Sekolah Al Izhar, Pak Komar, yang mengusulkan kegiatan jalan-jalan kunjungan ke perpustakaan dan menikmati 'literasi' uniknya. Harapannya, peserta tidak saja mengetahui 'kecanggihan' fisik perpustakaan sekolah itu, misalnya, namun peserta dapat belajar dari literasi apa yang dimunculkan darinya. Menurut saya ini ide baik yang patut ditampung oleh APISI.
Ki-ka: Jeffri Fernando, Om Em dan Orizuka |
REMAJA DAN BUKU
Pak Jeffri membuka sesi panel ini dengan beberapa pendekatan publikasi buku-buku remaja yang juga didasarkan pada data-data. Gagas Media mengkategorikan remaja pada usia 13 hungga 18 tahun dan diperkirakan ada 65 juta remaja di Indonesia, yang saat ini berpenduduk sekitar 250 jiwa. Tehnologi komunikasi yang mengakomodasi kegiatan sosial remaja dalam beragam medianya ternyata memegang peranan pada alasan remaja membeli buku. Menurut Jeffri, remaja cenderung membeli buku karena keaktifan mereka di media sosial yang saling memberikan pengaruh satu sama lain. Mereka juga cenderung membeli buku karena konteks sosial maupun emosional seperti ingin didengar, ingin dihargai dan diperlakukan seperti orang dewasa. Di sisi lain, mereka adalah mahluk yang cepat bosan serta 2/3 keputusan pembelian buku berdasarkan masukan teman atau idola mereka. Bagaimana dengan peranan orang tua dalam konteks pembelian buku remaja? Ternyata remaja mempunya pengaruh terhadap orang tua untuk membelikan mereka buku bacaan.
JADI, BUKU BACAAN REMAJA SEPERTI APA?
Paling tidak, dengan mengenali karakteristik perilaku remaja seperti yang diungkapak Jeffri diatas, jenis bacaan apa yang menarik bagi remaja sedikti banyaknya dapat ditebak. Agak sulit mendapatkan jawaban yang gamblang dan kongkrit untuk menjawab pertanyaan di atas. Gagas Media sendiri mengkategorikan bacaan untuk 'cewek centil' yang berusia remaja hingga pemuda sebelum masuk dalam jenjang pernikahan. Salah satu saudara penerbitnya yaitu Bukune adalah penerbitan untuk 'adik lelaki'nya Gagas Media yaitu anak lelaki yang lagi bandel-bandelnya. Bagus juga bisa mengenal penerbit dari pencirian seperti ini karena akan memudahkan pemilihan dan pengadaan buku-buku fiksi di perpustakaan sekolah.
Beberapa buku Gagas Media yang sudah saya baca (karena dikirim gratis oleh Gagas Media sebelum acara Sarasehan) adalah: Somewhere Only We Know karya Alexander Thian dan Come on Over karya Christian Simamora (buku ini sudah saya baca dari tahun lalu). Kedua buku ini memang masuk kategori ciri buku-buku Gagas Media seperti yang disebut Jeffri di atas. Novel dewasa ringan namun menghibur dan gaya penuturan ceritnya juga mengasyikkan. Gagas Media benar-benar harus mempertahankan pencirian ini. Untuk buku-buku terbitan Bukune, saya pernah membaca Bule Juga Manusia karya Richard Miles Gaya penulisannya juga cocok untuk anak-anak laki-laki. Lucu dan menghibur. Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan penulis Raditya Dika yang sudah dibesarkan oleh Gagas Media. Beberapa bukunya bahkan sudah diangkat ke layar lebar. Meskipun ditulis dengan gaya 'kelaki-lakian' namun tidak sedikit girls yang menyukai karya-karya Raditya. Buku terakhir Gagas Media yang barusan saja saya baca adalah Apapun Selain Hujan karya Orizuka yang dibagikan saat acara sarasehan.
Visiting Author: Orizuka
Karya Orizuka yang dibagikan saat acara Sarasehan |
Menurut Orizuka, buku remaja yang bagus adalah buku yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan kapasitas mereka. Menurut saya, buku ini masuk dalam kategori ini. Seperti biasa saat acara visiting author, pertanyaan yang sering ditanyakan kepada penulis adalah proses kreatif penulisan bukunya. Bagi Orizuka proses menulisnya diawali dengan persiapan kerangka tulisan, kemudian mengambil waktu sendiri, mencari informasi lewat Google, survey tempat (jika memungkinkan) serta wawancara. Tantangan yang utama dari proses penulisan ini adalah keluhan fisik, kebosanan dan keinginan untuk menulis dengan tema lain. Menurutnya, memang diperlukan disiplin diri untuk menyelesaikan sebuah buku sebelum menulis buku yang lain.
Buku Apapun Selain Hujan mengangkat problem tratumatik seorang remaja lulusa SMA hingga ia memulai masa perkuliahannya. Dikupas dari hobi olah raganya taekwondo, Orizuka bercerit tentang hubungan keluarga, persahabatan, kesukaan pada kucing dan romantika muda-mudinya. Proses kegelisahan dan masalah yang diangkat sangat jelas dan dalam dan Orizuka perlahan-lahan membuka perban 'luka lama' yang menghantui Wira (tokoh utama buku ini) dengan alur yang manis dan tidak mengada-ada. Melalui buku ini, Orizuka seolah ingin mengatakan pada pembacanya untuk menyelesaikan permasalahan dan bukan lari darinya. Komunikasi yang terbuka dan tandas juga perlu dilakukan sebelum asumsi-asumsi yang dibuat sendiri karena emosi menyelubung dan bahkan menyetir langkah hidup sesudahnya. Namun sisi lain dari cerita ini juga menekankan bahwa proses hidup juga membawa pelajaran bermakna bagi setiap orang.
Promosi Buku dan Membaca oleh Pustakawan
Rasanya kurang pas kalau kegiatan ini tidak dikaitkan dengan dunia perpustakaan sekolah. Setelah mendengarkan kedua narasumber ini berbagi serta beberapa respon dari peserta, maka ada beberapa ide yang dapat diterapkan pustakawan dan perpustakaan sekolahnya dalam kaitna mempromosikan buku-buku remaja yang direkomendasi serta kegiatan membacanya, seperti:
1. Hashtag #nowreading di media sosial pribadi, perpustakaan maupun sekolah
Mengingat para remaja adalah mereka yang aktif dan bisa saling mempengaruhi melalui media sosial, hashtag ini akan dengan segera dibaca dan kemungkinan untuk ditelaah lebih lanjut, hingga tidak menutup kemungkinan mereka tergerak untuk membaca atau bahkan membelinya
2. Student Librarian
Bagi perpustakaan yang sudah mempunyai relawan Student Librarian, 'manfaat'kan keberadaan mereka menjadi corong perpustakaan untuk membagikan isi cerita buku-buku rekomendasi perpustakaan. Mereka dapat menciptakan trend buku bacaan yang disukai remaja dan menyebarluaskannya, baik melalui cara Mouth to Mouth, tulisan/promosi lewat buletin atau majalah dinding dan media sosial
3. Data Pembaca Rajin
Jika sistem perpustakaan sekolah memungkinkan untuk memberikan data siapa peminjam dan pembaca buku terajin, maka pustakawan sekolah dapat melakukan pendekatan ke mereka untuk juga menuliskan review buku-buku yang dibacanya utnuk kemudian disebarluaskan ke teman-temannya.
4. Sirkulasi Buku Bacaan di Perpustakaan
Seperti pajangan di toko-toko buku, pustakawan dan perpustakaan sekolahnya juga perlu rajin-rajin mengganti pajangan buku-buku rekomendasi di perpustakaan sekolahnya. Perputaran yang cepat dan pajangan buku-buku bacaan yang baru dan direkomendasi, akan menggugah pengunjung perpustakaan untuk mencari tahu tentang buku menarik untuk dibaca.
5. Wisata Literasi
Ide ini dilontarkan dari seorang guru Sekolah Al Izhar, Pak Komar, yang mengusulkan kegiatan jalan-jalan kunjungan ke perpustakaan dan menikmati 'literasi' uniknya. Harapannya, peserta tidak saja mengetahui 'kecanggihan' fisik perpustakaan sekolah itu, misalnya, namun peserta dapat belajar dari literasi apa yang dimunculkan darinya. Menurut saya ini ide baik yang patut ditampung oleh APISI.
Selamat Hari Buku Sedunia.
Buku apa yang anda baca hari ini?
Foto Bersama Jeffri Fernando, Orizuka dan Panitia serta Peserta Acara Sarasehan |
Bersama Om Em (kiri: moderator acara) dan Anky Chalim dari Paperback- Terima kasih :) |
Belajar banyak dari Penulis Buku, Penerbit buku dan Para Peserta |
Comments