Literasi Informasi dalam Konsep Do It Yourself [DIY]:
oleh Hanna Latuputty
Pendahuluan
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa salah satu tujuan Pendidikan Nasional RI adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Disebutkan pula, bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah mewujudkan manusia pembelajar seumur hidup. Untuk mewujudnyatakan ke dua hal di atas, semakin terlihat bahwa peran pendidik semakin penting dalam memberikan simulasi pembelajaran mandiri pada para peserta didik. Pada kenyataannya di beberapa sekolah saat ini masih terdapat beban pelajaran yang terasa berat.
Hal ini menjadikan pendidik harus memanfaatkan waktu pelajaran yang tersedia sebaik-baiknya agar semua target pelajaran dapat tercapai. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi suatu kegiatan mengejar target ketuntasan bahan pelajaran dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan cenderung melupakan esensi belajar itu sendiri. Dijumpai dalam sebuah kegiatan kelas, bahwa para peserta didik ’hanya’ perlu menghafal pelajaran yang diberikan, tanpa melewati proses pemahaman isi dan latihan berpikir logis serta menyerapnya dengan mengaitkan pelajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menciptakan suasana belajar yang ideal untuk mencapai tujuan pendidikan agar peserta didik terampil dalam memecahkan masalah dan menjadi pembelajar seumur hidup, pendidik bukan lagi menjadi satu-satunya sumber informasi yang ’menyuapi’ bahan pelajaran pada peserta didik.
Pendidik hendaknya memberikan pengalaman yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mencari sumber – sumber informasi yang menolong mereka untuk memecahkan permasalahan mereka dan menemukan jalan keluarnya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya pendidik dan peserta didik yang tidak mempunyai sumber-sumber informasi dalam proses pencarian jalan keluar untuk persoalan [baca: tugas/projek sekolah] yang mereka hadapi. Pendidik selaku fasilitator kegiatan belajar mengajar juga akan kesulitan memberikan simulasi belajar yang menantang dan merangsang daya pikir dan kreatifitas peserta didik, jika mereka tidak diberikan sumber-sumber yang cukup untuk mencari jalan keluar persoalan mereka.
Literasi Informasi dan Orang yang Melek Informasi
Literasi informasi sebagai sebuah perangkat keterampilan untuk memecahkan masalah dan mencari jalan keluarnya melalui pemanfaatan informasi yang diterapkan dengan efisien dan beretika, merupakan sebuah alternatif kegiatan belajar mengajar di sekolah. Literasi informasi juga menjadi sebuah alat untuk melatih peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup di bangku pendidikan formal.
Orang yang sudah memiliki keterampilan literasi informasi adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui kapan ia memerlukan informasi, kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi serta menggunakan informasi itu dengan efektif dan beretika.
Orang yang melek informasi adalah mereka yang tahu bagaimana caranya belajar dan menjadikan kegiatan belajar menjadi life style dalam kehidupan mereka. Literasi informasi merupakan keterampilan yang mempersiapkan peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup. Pembelajar seumur hidup mengandung makna bagaimana peserta didik ini nantinya memiliki kecakapan dalam bertahan hidup.
Literasi Informasi dan DIY
Dalam kaitan menjadi pembelajar seumur hidup, ada sebuah sebuah budaya yang berkaitan dengan penerapan kecakapan hidup [living skills] yaitu Do It Yourself [DIY]. DIY merupakan sebuah budaya gerakan untuk mengerjakan sesuatu. Kegiatan pengerjaaan sesuatu ini mencakup penciptaan, perbaikan dan modifikasi tanpa bantuan tenaga ahli dengan memaksimalkan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar. Misalnya, membetulkan perangkat rumah tangga atau mesin, elektronik, seni, keterampilan atau sekedar hobi.
Pada tahun 1950-an, DIY terkenal hanya sebagai sebuah metode bagaimana membetulkan kerusakan di rumah tanpa bantuan ahli. Dari sini, konsep ini berkembang dan menyentuh bidang keterampilan tangan, dan meluas menjadi gaya hidup seperti bike to work, home power, mobil ramah lingkungan, dan sebagainya. Di bidang media dan entertainment, dikenal dengan gerakan “indie” yaitu kegiatan membuat dan memasarkan sendiri hasil karya musik, film atau buku dengan tidak menggunakan jaringan penerbit atau produser sebagaimana biasanya.
Di dunia digital, gerakan open source (e.g. linux) dan karya kolaborasi seperti wikipedia mulai digandrungi. Ciri khas dalam kegiatan DIY ini adalah menyenangkan, menarik, mudah, harganya murah, mengandung unsur berbagi dan bekerja sama, serta menyentuh ranah ramah lingkungan dengan prinsip re-use, reduce, recycle. Dalam dunia pendidikan, semangat DIY akan menjadi lebih sempurna jika peserta didik memiliki kecakapan dalam menggunakan informasi untuk memecahkan masalahnya sebelum ia menciptakan sesuatu sebagai solusi permasalahan yang dihadapinya. Berikut ini adalah deskripsi peleburan konsep DIY dalam struktur literasi informasi dengan menggunakan model Empowering 8:
1.Pengidentifikasian [Identify]
- Peserta didik mengidentifikasi permasalahan yang membutuhkan solusi
- Peserta didik mengidentifikasi bentuk akhir dari solusi tersebut
- Peserta didik mengidentifikasi kata kunci dan merencanakan strategi penelurusan informasi yang dibutuhkan, termasuk sumber-sumber informasi apa yang akan digunakan nanti
2. Pengexplorasian [Explore]
- Peserta didik mulai mengeksplorasi informasi yang dibutuhkan
- Peserta didik melakukan wawancara, atau metode pengumpulan data di luar dari informasi yang diperoleh di atas, bila perlu
3.Pemilihan [Select]
- Peserta didik memilih informasi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya
- Peserta didik menentukan mana informasi yang mudah, sulit atau biasa saja Peserta didik mencatat informasi yang diperlukan tadi dalam bentuk visual organizer, misalnya Peserta didik mengumpulkan sitasi yang cocok untuk keperluan akademisi
4. Penyusunan [Organise]
- Peserta didik memilih informasi yang sudah terkumpul dari proses seleksi di atas
- Peserta didik menyusun informasi yang dipilih tadi dalam susunan yang logis
5.Penciptaan [Create]
- Peserta didik menghasilkan suatu produk sebagai jawaban atas permasalahan diatas melalui informasi yang diperoleh
6. Penyajian [Present]
- Peserta didik membagikan hasil temuannya dalam lingkup formal
7. Penilaian [Assess]
- Peserta didik menerima masukan dari jejaringnya
8. Penerapan [Apply]
- Peserta didik memformulasikan ulang hasil ciptaannya dengan masukan itu serta menerapkan solusinya.
Dari proses diatas, tampak jelas, pada langkah ke lima, yaitu proses penciptaan, ada unsur penting yang sangat mendukung dalam memberi warna solusi yang ditemukan, yaitu KREATIFITAS. Kreatifitas peserta didik akan MEMPERKAYA hasil temuannya disamping beragam informasi terpilih yang sudah disusun sebelumnya.
Disinilah korelasi yang sangat dekat antara langkah pertama yaitu identifikasi produk akhir dari pemecahan masalah ini dengan proses penciptaannya. Dalam konteks kecakapan hidup, DIY mengembangkan suatu sikap optimis untuk bisa melakukannya [Yes I can do it] dengan menerapkan sikap hidup sederhana [karena semangat DIY mengandung unsur keramahan alam, maka pemanfaatan benda disekitar lingkungan menjadi prioritas sebelum proses pengadaan material yang dibutuhkan secara langsung].
Pada saat yang sama, DIY mendorong terciptanya suatu semangat menciptakan hal yang baru daripada menggunakan hal yang ada atau membeli yang sudah ada. Dalam konteks menjawab tantangan jaman atas tuntutan sikap ramah lingkungan, DIY juga mendukung peserta didik untuk berkontribusi secara nyata dan berpartisipasi aktif untuk melakukan perubahan dalam komunitas masyarakat lokal, nasional maupun global dalam projek-projek yang nyata.
Dengan demikian, literasi informasi dalam DIY dengan sendirinya membantu peserta didik dalam berpikir kritis dalam memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan mengakses dan menganalisa informasi, mengembangkan jiwa yang aktif dan menyesuaikan diri, mengembangkan inisiatif dan jiwa entrepreneurship, merangsang keterampilan menulis yang efektif dalam interaksi dengan informasi sebelum mencapai tahap penciptaan, melatih kerjasama/kolaborasi melalui jaringan yang ada serta merangsang rasa ingin tahu dan imajinasi dalam kaitan memecahkan suatu masalah.
Sumber bacaan:
Aplikasi Literasi Informasi dalam Kurikulum Nasional [KTSP]: contoh penerapan untuk tingkat SD, SMP dan SMA: Hasil diskusi Indonesian Workshop on Information Literacy.
(2008). Bogor: APISI
Latuputty, Hanna. 2006. Penerapan Literasi Informasi Indonesia: Pengenalan terhadap Empowering 8 di sekolah. Presentasi dalam Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah ke-3. 26 Agustus di Bogor
Novo, Lendo. 2010. Do It Yourself. Dalam Konferensi Guru Nusantara: Guru Abad 21; Transformasi Menjawab Tantangan Jaman. http://www.konferensigurunusantara.net/download2010.php Diakses tanggal 21 Desember 2010.
Wijaya, Ananta. Do It Yourself. http://www.mesin89itb.net/2009/11/diy-do-it-yourself/ Diakses tanggal 21 Desember 2010.
Pendahuluan
Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa salah satu tujuan Pendidikan Nasional RI adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Disebutkan pula, bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah mewujudkan manusia pembelajar seumur hidup. Untuk mewujudnyatakan ke dua hal di atas, semakin terlihat bahwa peran pendidik semakin penting dalam memberikan simulasi pembelajaran mandiri pada para peserta didik. Pada kenyataannya di beberapa sekolah saat ini masih terdapat beban pelajaran yang terasa berat.
Hal ini menjadikan pendidik harus memanfaatkan waktu pelajaran yang tersedia sebaik-baiknya agar semua target pelajaran dapat tercapai. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi suatu kegiatan mengejar target ketuntasan bahan pelajaran dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan cenderung melupakan esensi belajar itu sendiri. Dijumpai dalam sebuah kegiatan kelas, bahwa para peserta didik ’hanya’ perlu menghafal pelajaran yang diberikan, tanpa melewati proses pemahaman isi dan latihan berpikir logis serta menyerapnya dengan mengaitkan pelajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menciptakan suasana belajar yang ideal untuk mencapai tujuan pendidikan agar peserta didik terampil dalam memecahkan masalah dan menjadi pembelajar seumur hidup, pendidik bukan lagi menjadi satu-satunya sumber informasi yang ’menyuapi’ bahan pelajaran pada peserta didik.
Pendidik hendaknya memberikan pengalaman yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mencari sumber – sumber informasi yang menolong mereka untuk memecahkan permasalahan mereka dan menemukan jalan keluarnya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya pendidik dan peserta didik yang tidak mempunyai sumber-sumber informasi dalam proses pencarian jalan keluar untuk persoalan [baca: tugas/projek sekolah] yang mereka hadapi. Pendidik selaku fasilitator kegiatan belajar mengajar juga akan kesulitan memberikan simulasi belajar yang menantang dan merangsang daya pikir dan kreatifitas peserta didik, jika mereka tidak diberikan sumber-sumber yang cukup untuk mencari jalan keluar persoalan mereka.
Literasi Informasi dan Orang yang Melek Informasi
Literasi informasi sebagai sebuah perangkat keterampilan untuk memecahkan masalah dan mencari jalan keluarnya melalui pemanfaatan informasi yang diterapkan dengan efisien dan beretika, merupakan sebuah alternatif kegiatan belajar mengajar di sekolah. Literasi informasi juga menjadi sebuah alat untuk melatih peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup di bangku pendidikan formal.
Orang yang sudah memiliki keterampilan literasi informasi adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui kapan ia memerlukan informasi, kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi serta menggunakan informasi itu dengan efektif dan beretika.
Orang yang melek informasi adalah mereka yang tahu bagaimana caranya belajar dan menjadikan kegiatan belajar menjadi life style dalam kehidupan mereka. Literasi informasi merupakan keterampilan yang mempersiapkan peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup. Pembelajar seumur hidup mengandung makna bagaimana peserta didik ini nantinya memiliki kecakapan dalam bertahan hidup.
Literasi Informasi dan DIY
Dalam kaitan menjadi pembelajar seumur hidup, ada sebuah sebuah budaya yang berkaitan dengan penerapan kecakapan hidup [living skills] yaitu Do It Yourself [DIY]. DIY merupakan sebuah budaya gerakan untuk mengerjakan sesuatu. Kegiatan pengerjaaan sesuatu ini mencakup penciptaan, perbaikan dan modifikasi tanpa bantuan tenaga ahli dengan memaksimalkan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar. Misalnya, membetulkan perangkat rumah tangga atau mesin, elektronik, seni, keterampilan atau sekedar hobi.
Pada tahun 1950-an, DIY terkenal hanya sebagai sebuah metode bagaimana membetulkan kerusakan di rumah tanpa bantuan ahli. Dari sini, konsep ini berkembang dan menyentuh bidang keterampilan tangan, dan meluas menjadi gaya hidup seperti bike to work, home power, mobil ramah lingkungan, dan sebagainya. Di bidang media dan entertainment, dikenal dengan gerakan “indie” yaitu kegiatan membuat dan memasarkan sendiri hasil karya musik, film atau buku dengan tidak menggunakan jaringan penerbit atau produser sebagaimana biasanya.
Di dunia digital, gerakan open source (e.g. linux) dan karya kolaborasi seperti wikipedia mulai digandrungi. Ciri khas dalam kegiatan DIY ini adalah menyenangkan, menarik, mudah, harganya murah, mengandung unsur berbagi dan bekerja sama, serta menyentuh ranah ramah lingkungan dengan prinsip re-use, reduce, recycle. Dalam dunia pendidikan, semangat DIY akan menjadi lebih sempurna jika peserta didik memiliki kecakapan dalam menggunakan informasi untuk memecahkan masalahnya sebelum ia menciptakan sesuatu sebagai solusi permasalahan yang dihadapinya. Berikut ini adalah deskripsi peleburan konsep DIY dalam struktur literasi informasi dengan menggunakan model Empowering 8:
1.Pengidentifikasian [Identify]
- Peserta didik mengidentifikasi permasalahan yang membutuhkan solusi
- Peserta didik mengidentifikasi bentuk akhir dari solusi tersebut
- Peserta didik mengidentifikasi kata kunci dan merencanakan strategi penelurusan informasi yang dibutuhkan, termasuk sumber-sumber informasi apa yang akan digunakan nanti
2. Pengexplorasian [Explore]
- Peserta didik mulai mengeksplorasi informasi yang dibutuhkan
- Peserta didik melakukan wawancara, atau metode pengumpulan data di luar dari informasi yang diperoleh di atas, bila perlu
3.Pemilihan [Select]
- Peserta didik memilih informasi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya
- Peserta didik menentukan mana informasi yang mudah, sulit atau biasa saja Peserta didik mencatat informasi yang diperlukan tadi dalam bentuk visual organizer, misalnya Peserta didik mengumpulkan sitasi yang cocok untuk keperluan akademisi
4. Penyusunan [Organise]
- Peserta didik memilih informasi yang sudah terkumpul dari proses seleksi di atas
- Peserta didik menyusun informasi yang dipilih tadi dalam susunan yang logis
5.Penciptaan [Create]
- Peserta didik menghasilkan suatu produk sebagai jawaban atas permasalahan diatas melalui informasi yang diperoleh
6. Penyajian [Present]
- Peserta didik membagikan hasil temuannya dalam lingkup formal
7. Penilaian [Assess]
- Peserta didik menerima masukan dari jejaringnya
8. Penerapan [Apply]
- Peserta didik memformulasikan ulang hasil ciptaannya dengan masukan itu serta menerapkan solusinya.
Dari proses diatas, tampak jelas, pada langkah ke lima, yaitu proses penciptaan, ada unsur penting yang sangat mendukung dalam memberi warna solusi yang ditemukan, yaitu KREATIFITAS. Kreatifitas peserta didik akan MEMPERKAYA hasil temuannya disamping beragam informasi terpilih yang sudah disusun sebelumnya.
Disinilah korelasi yang sangat dekat antara langkah pertama yaitu identifikasi produk akhir dari pemecahan masalah ini dengan proses penciptaannya. Dalam konteks kecakapan hidup, DIY mengembangkan suatu sikap optimis untuk bisa melakukannya [Yes I can do it] dengan menerapkan sikap hidup sederhana [karena semangat DIY mengandung unsur keramahan alam, maka pemanfaatan benda disekitar lingkungan menjadi prioritas sebelum proses pengadaan material yang dibutuhkan secara langsung].
Pada saat yang sama, DIY mendorong terciptanya suatu semangat menciptakan hal yang baru daripada menggunakan hal yang ada atau membeli yang sudah ada. Dalam konteks menjawab tantangan jaman atas tuntutan sikap ramah lingkungan, DIY juga mendukung peserta didik untuk berkontribusi secara nyata dan berpartisipasi aktif untuk melakukan perubahan dalam komunitas masyarakat lokal, nasional maupun global dalam projek-projek yang nyata.
Dengan demikian, literasi informasi dalam DIY dengan sendirinya membantu peserta didik dalam berpikir kritis dalam memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan mengakses dan menganalisa informasi, mengembangkan jiwa yang aktif dan menyesuaikan diri, mengembangkan inisiatif dan jiwa entrepreneurship, merangsang keterampilan menulis yang efektif dalam interaksi dengan informasi sebelum mencapai tahap penciptaan, melatih kerjasama/kolaborasi melalui jaringan yang ada serta merangsang rasa ingin tahu dan imajinasi dalam kaitan memecahkan suatu masalah.
Sumber bacaan:
Aplikasi Literasi Informasi dalam Kurikulum Nasional [KTSP]: contoh penerapan untuk tingkat SD, SMP dan SMA: Hasil diskusi Indonesian Workshop on Information Literacy.
(2008). Bogor: APISI
Latuputty, Hanna. 2006. Penerapan Literasi Informasi Indonesia: Pengenalan terhadap Empowering 8 di sekolah. Presentasi dalam Pertemuan Informal Pustakawan Sekolah ke-3. 26 Agustus di Bogor
Novo, Lendo. 2010. Do It Yourself. Dalam Konferensi Guru Nusantara: Guru Abad 21; Transformasi Menjawab Tantangan Jaman. http://www.konferensigurunusantara.net/download2010.php Diakses tanggal 21 Desember 2010.
Wijaya, Ananta. Do It Yourself. http://www.mesin89itb.net/2009/11/diy-do-it-yourself/ Diakses tanggal 21 Desember 2010.
Comments