Saat situasi itu datang…

Pekan ke-tiga bulan Maret, bukanlah pekan cerah ceria. Banyak rentetan peristiwa yang mengundang simpati dan dukungan moril dan spiritual bagi beberapa rekan terdekat.

Berawal dari berita menggembirakan karena kelahiran putri ke-dua bagi orang tua berbahagia: Lina dan Dape. Namun, kelanjutan situasinya ternyata mengharuskan Lina untuk mendapatkan perawatan ekstra agar kesehatannya pulih kembali.

Tak lama kemudian sebuah teks dari Malang, seorang rekan dalam kepanitiaan PIPS Malang, pak Bambang WS Hidayat yang mengabarkan bahwa putranya akan melewati proses operasi. Di akhir minggu, saat warga Jakarta, bahkan Indonesia sedang tersentak dengan kejadian Tragedi Situ Gintung, sebuah teks kembali mengabarkan kalau baby Jehan, putra seorang sahabat harus di opname karena panas tinggi yang menyebabkan step. Bahkan untuk Tragedi Situ Gintung, saya juga menerima beberapa teks dari teman dan sahabat serta saudara yang menanyakan apakah situasi kami baik-baik saja.

Runtutan kejadian-kejadian diatas cukup membuat saya tercenung. Spontan saya menyebut nama-nama mereka dalam doa seketika saya pada Tuhan, agar mereka diberi kesembuhan. Situasi yang tidak pernah diharapkan oleh siapapun, tapi yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Kegentaran, kegetiran, kekawatiran, ketakutan dan kepasrahan, mungkin keragaman sikap yang menyelimuti teman dan sahabat yang tertimpa kejadian tersebut. Hanya doa dan harapan pada kekuasaanNya lah yang membawa kita pada ketenangan.

Dari rumah sakit tempat persalinannya, Lina harus segera dicarikan rumah sakit yang mempunyai peralatan yang lebih baik lagi. Kondisinya tidak membaik. Teman-teman di BIS pun bergerak cepat untuk membantu mencarikan rumah sakit, yang saat ini memang sedang penuh. Akhirnya setelah tiga hari tidak menunjukkan perubahan yang membaik, Lina dipindahkan ke sebuah rumah sakit di daerah BSD.

Hari Minggu siang, saya kembali menjenguk Lina. Saya datang tepat saat waktu kunjung sehingga saya boleh masuk bertemu langsung dengannya. Lina tampak segar meski ada lima kantong transfusi yang tergantung di sisi tempat tidur yang terhubung oleh selang-selang kecil yang masuk ke dalam tubuh Lina melalui dada-nya. Salah satu jari tangan kirinya terjepit alat yang berfungsi sebagai pendeteksi darah. Saya sempat bergurau kalau salah satu kantung yang berwarna merah itu adalah cairan rasa strawberry. Dan Lina membenarkan kalau satu kantong infuse besar itu memang susu. Senang rasanya melihat kondisi Lina sudah jauh membaik, meskipun saya tidak melihat bagaimana kondisi sebelumnya dan hanya mendengar cerita saja. Tamu yang hendak menjenguk kemudian bertambah, dan saya pun keluar ruangan ICU. Saya melihat banyak kaum ibu dan perempuan yang berkumpul di luar ruangan ICU yang menanti giliran untuk masuk.

Satu per satu ibu – ibu yang keluar berkomentar senang, karena perubahan kesehatan Lina yang jauh membaik. Bahkan salah satu dari mereka sempat meneteskan air mata mungkin karena bahagia. Ternyata itu adalah sang ibu yang membantu merawat bayi Lina dan Dape selama Lina dalam perawatan. Ibu-ibu itu berdiri mengelilingi Dape dan berbincang tentang kesehatan Lina.

Dari sekelompok ibu-ibu ini saya merasakan dukungan mereka yang sangat kental kepada Dape dan keluarga. Saya masih tetap berdiri dan mengikuti percakapan mereka satu per satu. Ada hal lain saya rasakan disini, yang mungkin sebelumnya tidak pernah saya perhatikan dan bahkan tidak saya sadari atas kehadiran mereka bagi Dape khususnya.

Tiba-tiba saya merasa sesuatu yang lain. Ternyata kemandirian dan keteguhan diri sendiri tidak berlaku dalam situasi ini. Kita masih butuh orang lain. Dan kehadiran orang lain akan memberikan sebuah bentuk dukungan yang sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan. Paling tidak itu yang saya rasakan saat saya berada di tengah-tengah mereka siang ini.

Sayangnya, maksud saya, syukurnya, baby Jehan sudah diijinkan untuk keluar dari rumah sakit karena kondisinya membaik. Saya jadi batal untuk menjenguk dan menyerahkan buku yang special sudah saya beli buatnya.

Dalam dunia ini, kita tidak akan pernah bisa hidup sendiri. Kita ada untuk orang lain, dan pada waktunya, tangan kita perlu terbuka untuk menerima uluran tangan orang lain. Kiranya, masa sulit ini segera berlalu, dengan kekuatan dariNya. Saya belajar satu aspek kehidupan lagi hari ini.

Comments