Kepustakawanan Sekolah: Perannya dalam Menunjang Kegiatan Pembelajaran Abad 21

Disampaikan Pada Seminar dan Talkshow APISI dan Sekolah Terpadu Pahoa yang bertema: Perpustakaan Sekolah: Perkembangan dan Tantangannya di Era Pembelajar Abad 21. Sekolah Terpadu Pahoa, Serpong, Tangerang, Banten. 15 Maret 2014. 

Kata Kunci: pembelajar abad 21, pustakawan sekolah, perpustakaan sekolah, program perpustakaan sekolah



Pendahuluan

Apa indikasi dari sebuah pembelajaran yang berciri abad dua puluh satu? Pertanyaan ini berangkat dari begitu ramainya hiruk pikuk aliran informasi dari berbagai arah dalam kehidupan manusia, termasuk para siswa. Beragam bentuk informasi yang tersedia menjelma bukan saja dalam bentuk tradisional yang tercetak seperti buku, koran dan majalah atau media pandang dengar seperti televisi dan radio, melainkan juga dalam bentuk digital yang dapat diakses secara terpasang (online) melalui komputer ataupun alat komunikasi yang semakin canggih.

       
Situasi yang menggambarkan informasi yang meluas dan kemudahan aksesnya serta beragam sarana akses serta peningkatan digitasi teks, memberi perubahan dalam cara siswa belajar di sekolah (AASL,2009:5). Para siswa tidak lagi dapat dibiarkan tanpa keterampilan mengelola informasi, mereka juga perlu memiliki pemikiran kritis dan kreatif dalam memilih dan menggunakan informasi untuk memecahkan permasalahan mereka baik secara individu maupun kolaboratif serta mengkomunikasikan hasil temuan mereka secara etis. Demikian, para siswa nantinya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan keterampilan, perilaku dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka.

Komponen penting dalam proses pembelajaran yang digambarkan ini adalah perpustakaan sekolah. Sebagai unit penopang kegiatan pembelajaran di abad dua satu ini, perpustakaan berperan untuk memberi akses informasi yang berkualitas tinggi dari beragam perspektif, menolong siswa menggunakan informasi tersebut untuk membuat kesimpulan sendiri ataupun pengetahuan baru yang diperoleh serta mendorong mereka untuk membagikan pengetahuan tersebut ke orang lain.

Sinikka Sipilä, Presiden IFLA yang menjadi salah satu dari pembicara kunci di Konferensi Tenaga Perpustakaan Sekolah IASL (International Association of School Librarianship) di Bali tahun 2013 menegaskan bahwa perpustakaan sekolah yang kuat adalah perpustakaan yang memiliki tiga komponen ini:


1) perpustakaan sekolah adalah tempat bagi para siswa menemukan beragam jenis informasi secara percuma,


2) perpustakaan sekolah adalah tempat bagi para siswa untuk mendapatkan tuntunan dan dukungan dari guru pustakawan serta


3) perpustakaan sekolah adalah tempat bagi para siswa untuk mendapatkan dukungan pengembangan diri mereka untuk menjadi warga negara yang ber-literasi informasi. (Sipilä, 2013:11)


Menyikapi perubahan lingkungan yang secara khusus berkaitan dengan teknologi dan informasi, perpustakaan sekolah mempunyai peranan yang tidak kalah penting dengan para guru, kurikulum yang diterapkan serta peranan tingkat manajemen maupun pemangku jabatan di sekolah. Untuk itu, American Association of School Librarians (AASL) pada tahun 2007 membuat sebuah pedoman tentang standard untuk pembelajar abad dua puluh satu yang mencakup empat standard utama yaitu

1) mencari tahu, berpikir kritis dan memperoleh pengetahuan;
2) membuat kesimpulan, membuat keputusan berdasarkan informasi menerapkan pengetahuan pada situasi yang baru dan membuat pengetahuan baru;
3) berbagi pengetahuan dan berpartisipasi secara etis dan produktif sebagai anggota masyarakat demokratis serta
4) secara terus menerus melanjutkan perkembangan pribadi dan estitikanya.

Dari keempat standar ini, muncullah sembilan pokok common beliefs yang berangkat dari keberadaan perpustakaan sekolah. Ke sembilan pokok common beliefs ini mencakup:

1) Membaca adalah jendela dunia (Reading is a window to the world);
2) Sifat ingin tahu merupakan bingkai kerja pembelajaran (Inquiry provides a framework for learning);
3) Perilaku etis dalam pemanfaatan informasi harus diajarkan (Ethical behavior in the use of information must be taught);
4) Keterampilan teknologi adalah penting untu kebutuhan tenaga kerja di masa depan (technology skills are crucial for future employment needs);
5) Hak akses yang sama adalah komponen penting dalam pendidikan (Equitable access is a key component for education);
6) Definisi literasi informasi telah menjadi lebih kompleks karena beragam sumber dan teknologi semakin berkembang (The definition of information literacy has become more complex as resources and technologies have changed);
7) Kebutuhan informasi yang terus berkembang mengakibatkan semua individu memerlukan keterampilan berpikir yang dapat memampukan mereka untuk belajar sendiri (the continuing expansion of information demands that all individuals acquire the thinking skills that will enable them to learn on their own);
8) Pembelajaran mempunyai konteks sosial (Learning has a social context) dan
9) Perpustakaan sekolah penting dalam pengembangan keterampilan belajar (ASLA, 2007:11). Sipilä dalam paparannya menegaskan bahwa perpustakaan sekolah mampu mendukung warga masyarakat dan para siswa untuk memperluas keterampilan hidup mereka seperti keterampilan membaca dan literasi informasi (Sipilä, 2013:23).

Lebih jauh, ASLA menegaskan bahwa dari sembilan poin ini menunjukkan dua pendekatan utama pada perpustakaan sekolah yaitu MEMBACA (Reading) dan KEINGINTAHUAN (Inquiry).

Contoh –contoh Kegiatan Perpustakaan Sekolah dalam Pembelajaran Abad 21

Contoh – contoh yang diangkat merupakan beberapa tulisan pemakalah acara Konferensi IASL 2013 yang dipresentasikan selama konferensi berlangsung di Bali. Tema konferensi adalah Enhancing Students’ Life Skills through the School Library. Tulisan yang diambil sebagai acuan adalah yang berkaitan dengan pembahasan topik tulisan ini.

Di Australia, McIIvenny mengembangkan sebuah terobosan program literasi informasi yang disebutnya re-visioning the library for 21st century yang mendukung kurikulum sekolah di Australia. Beliau mengembangkan program yang unik yaitu memadukan literasi informasi, keterampilan belajar serta pemikiran yang kritis dan cerdas dalam satu program utuh. Usaha ini dilakkukan bukan saja untuk menyiapkan para pembelajar di abad ke dua puluh satu melainkan juga mengembangkan aspek kognitif dan afektif siswa. (McIIlvenny, 2013:305)

Contoh program lain di Australia yang dikembangkan oleh Greef (2013) di perpustakaan sekolahnya adalah dua program yang digarap bersama fakultas English yaitu Independent Reseach Project dan Wide Reading Program.Program pertama adalah perpaduan kegiatan membaca dan guided inquiry sedangkan program kedua dikembangkan untuk mendukung kegiatan refleksi dan perkembangan keterampilan literasi informasi (p. 274)

Di Amerika Serikat, Houston memaparkan kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan sekolah sebagai salah satu wujud nyata hasil elaborasi Standards for The 21st Century Learner yang dijabarkan di atas yang menyebutkan hubungan sumber – sumber perpustakaan dengan pembelajaran inquiry yang menekankan pentingnya mengembangkan keterampilan inquiry dalam sebuah lingkungan kolaboratif yang kaya dalam sarana informasi dan sumber-sumbernya. Kegiatan ini disebut dengan Makerspace, yaitu kegiatan berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art and Mathematics) yang pada akhirnya menuntun para siswa untuk memahami mata pelajaran ini lebih konkrit dan mudah untuk dipahami (Britton 2012; Gershenfeld 2007 dalam Houston, 2013:360). Dalam menjelaskan apa itu Makerspace, Houston menyebutkan kegiatan ini melibatkan orang-orang yang ingin mengembangkan aplikasi teknologi inovatif dengan menggunakan ide-ide dan peralatan low-tech dan hi-tech. Tempat, peralatan dan kegiatan pembuatannya atau “Maker” dilakukan di perpustakaan-perpustakaan, gedung-gedung industri dan pusat kegiatan masyarakat yang disebut dengan Makerspaces, Hackerspaces, or Hubs (p. 360)

Selain dalam bentuk kegiatan perpustakaan, adapula negara yang berangkat dari penguatan program dan kebijakan perpustakaan sekolah yang dikembangkan oleh pemerintah, misalnya di Portugal. Martins (2013) mengungkapkan program dan strategi jejaring perpustakaan sekolah yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan Portugal yang menekankan pada tiga usaha dari School Libraries Network Program (Ministry of Education) yang menitikberatkan pada penciptaan dan perkembangan dari jaringan nasional yang merupakan elaborasi dari yang mereka sebut dengan Evaluation Model dan acuan corpus dari Learning Standard (Martins,2013:365). Lebih lanjut, Martins menyebutkan standard tersebut disusun menjadi tiga bagian besar dari pekerjaan perpustakaan sekolah yaitu: reading literacy, media literacy dan information literacy.


Dari Indonesia, Sekolah Dyatmika Bali, mengembangkan sebuah proyek inovatif yang disebut dengan Literasi Anak Indonesia (Denise,2013: 450). Program ini dimulai sejak tahun 2011 untuk memberi dukungan pada literasi Indonesia. Model pengajaran literasi yang diciptakan menggunakan literautr anak-anak yang interaktif dan sumber-sumber penuntunnya dalam Bahasa Indonesia untuk mempromosikan perkembangan literacy di tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar Indonesia.

Penerapan di Indonesia – Sebuah Contoh Aplikasi Program Literasi Informasi

Guy Claxton (2014), penggagas program Building Learning Power mengungkapkan bahwa inti pembelajaran di abad dua puluh satu ini adalah kemampuan untuk belajar (ability to learn). Claxton lebih lanjut menambahkan bahwa kemampuan ini akan menolong siswa untuk tidak berputus asa atau merasa sedih saat mereka tidak menemukan jawaban langsung dari pertanyaan mereka. Pendapat ini sejalan dengan apa yang selama ini disebut-sebut dengan literasi informasi.

Konsep literasi informasi menurut George dalam Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah: Studi Kasus Penerapan Program Literasi Informasi di Perpustakaan Sekolah Santa Angela (2013) adalah literasi informasi mencakup seperangkat keterampilan untuk memecahkan masalah ataupun untuk membuat keputusan, baik untuk kepentingan akademisi ataupun pribadi, melalui proses pencarian, penemuan dan pemanfaatan informasi dari beragam sumber serta mengkomunikasikan pengetahuan baru ini dengan efisien, efektif dan beretika (p.11).

Dalam konteks yang lebih luas, literasi informasi merupakan sebuah elemen penting dalam mewujudkan pemerintahan demokratik yang baik karena warga negaranya mempunya keterampilan menggunakan informasi dengan keterampilan pemikiran kitirs dan kreatif dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Lebih lanjut tentang pembahasan literasi informasi, bisa lihat di link ini.

Referensi:

Claxton, Guy. "21st Century Learner." Continuous Professional Development. The British
International School, Tangerang. 21 Feb. 2014. Lecture.


Denise, Aprile, Ni Ketut Ayu Sugati dan Sri Utami. (2013). Approaches  to the Teaching of
Indonesian Literacy in the Primary Classroom. In A.Elkins,J.H.Kang,&M.A.Mardis (Eds.), Enhancing Students' LifeSkills Through School Libraries. Proceedings   2nd Annual International Conference Incorporating The 17th International Forum On Research In School Librarianship August  26 –  30,2013-  Bali,     Indonesia  ( pp.450-451)

Elizabeth Greef. (2013). Eagles not Pelicans:  Equipping Students with Skills through School   
          Library Programs to Fly into Their Future  Lives. In A.Elkins,J.H.Kang,&M.A.Mardis   
          (Eds.),  Enhancing Students' LifeSkills Through School Libraries. Proceedings 2nd  
          Annual International Conference Incorporating The 17th International Forum On       
          Research In School Librarianship August  26 –  30,2013-  Bali, Indonesia  (pp. 274- 
         286)

George, Hanna Chaterina. (2013). Literasi Informasi Perpustakaan Sekolah: Studi Kasus  
Penerapan Program Literasi Informasi di Perpustakaan Sekolah Santa Angela,  Bandung. Bandung: Universitas Padjadjaran, (pp.10, 135 – 160)

 Houston, Cynthia R. (2013). Makerspaces@your School Library: Consider the Possibilities!       
In A.    Elkins, J.H.      Kang,  &         M.A.    Mardis (Eds.), Enhancing      Students' Life Skills      Through            School Libraries.         Proceedings    2nd      Annual International   Conference      Incorporating  The            17th     International    Forum On 
Research  In School Librarianship August  26 –  30,2013      -  Bali, Indonesia  ( pp.360-364)
                       
Leonie McIlvenny.(2013). Inspired Learning in the Library. In 
A.Elkins,J.H.Kang,&M.A.Mardis (Eds.),  Enhancing Students' LifeSkills Through School Libraries. Proceedings 2nd Annual International Conference Incorporating The 17th International Forum On Research In School Librarianship August  26 –  30,2013-  Bali, Indonesia (pp. 305-316) 

Martins, Ana Bela Pereira [et.all]. (2013). Effective Learning in the School Library: the   
Portuguese School Libraries’ Learning Standards Framework:  Conception and Framing. In A.Elkins,J.H.Kang,&M.A.Mardis (Eds.),  Enhancing Students' LifeSkills Through School Libraries. Proceedings 2nd Annual International Conference Incorporating The 17th International  Forum On Research In School Librarianship August  26 –  30,2013-  Bali,         Indonesia  ( pp.365-376)

Sipilä, Sinikka. (2013). Strong School Libraries for Strong Societies. Annual International 
Conference Incorporating The 17th International Forum On Research In School Librarianship August  26 –  30,2013-  Bali,  Indonesia. Unpublished.

Standards for the 21st Century Learner. (2007). Chicago: American Association of School  
            Librarians. Print.

Standards for the 21st Century Learner In Action. (2009). Chicago: American Association of School  
            Librarians. Print.

Comments