Pustakawan sekolah, guru pustakawan, pekerja informasi professional...yang mana profesi anda?

Tulisan ini saya buat setelah saya selesai membuat bahan presentasi untuk sebuah acara talkshow yang diselenggarakan oleh Ikatan Pustakawan-Kota Bogor tanggal 6 Februari 2010. Panitia memberi saya judul topik Pustakawan Sekolah: sebuah pilihan profesi. Maka mulailah saya mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan topik ini hingga kemudian saya tersentak menyadari situasi kepustakawanan sekolah Indonesia saat ini.

Kepustakawan Sekolah di dunia sana dan di Indonesia
Adalah seorang pustakawan di Amerika Serikat yang hatinya begitu marah dan tersinggung saat Presiden Obama mengumumkan bahwa bajet untuk perpustakaan sekolah federal (semacam sekolah untuk masyarakat menengah ke bawah) dihapus dari anggaran FY2011. Pustakawan sekolah lainnya dari Northern California juga mengakui bahwa keterpurukan ekonomi Amerika Serikat telah menjadikan perpustakaan sekolah sebagai sasaran pengurangan anggaran. Celah masih ada karena Congress belum mengetuk palu persetujuan atas keputusan yang dibuat Presiden Obama. Lihat berita selengkapnya di sini.

Di Inggris, seorang pengarang buku terkenal Alan Gibbons memasukkan sebuah petisi yang ditandatangai sekitar 5,707 simpatisan kepada pemerintah Inggris untuk menerima prinsip bahwa perpustakaan sekolah dikelola oleh staf yang berkualifikasi, statuter dan meminta pemerintah untuk menyiapkan legislasi yang diperlukan dengan konsultasi dengan asosiasi profesional dan serikat pekerja. Petisi ini kemudian mendapat respons yang ternyata tidak begitu menggembirakan dari pihak pemerintah Inggris, yang menyatakan bahwa pengadaan perpustakaan sekolah tidak membutuhkan persyaratan statuter dan saat ini tidak ada rencana untuk mengadakan perubahan dan mengubah legislasi yang ada.(Lihat berita selengkapnya di sini)

Indonesia boleh sedikit berbangga dengan situasi yang berbeda dengan dua negara besar tersebut. Situasi kepustakawan di Indonesia justru sedang berada pada titik tinggal landas. Berawal dari Undang Undang RI no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, pada bagian ketiga yang menyorot Perpustakaan Sekolah/Madrasah diantaranya menyatakan di ayat 3 bahwa perpustakaan sekolah mengembangkan koleksi selain teks; di ayat 5 bahwa perpustakaan sekolah mengembangkan layanan berbasis TIK
dan di ayat 6 bahwa sekolah mengalokasikan dana 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah diluar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Dengan demikian keberadaan perpustakaan sekolah saat ini sudah mempunyai landasan hukum yang jelas. Peraturan Pemerintah yang mengatur soal UU ini diharapkan akan keluar tahun ini.

Lebih lanjut yang menyoroti titik terang dalam profesi pustakawan sekolah adalah dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 25 tahun 2008 tentang Tenaga Perpustakaan Sekolah. Permendiknas ini mengatur dua kualifikasi dan standard kompetensi jabatan kepala perpustakaan dan tenaga perpustakaan sekolah. Peraturan ini menjadi penting karena dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang memang bertanggung jawab mengatur tenaga pendidik dan kependidikan di Indonesia.

Sebuah instansi lain yaitu Perpustakaan Nasional RI juga telah berjuang dalam memposisikan profesi pustakawan yang terbukti dengan keluarnya Keputusan Menpan nomor 132/Kep/MENPAN/12.2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka kreditnya. Tentu saja keputusan ini nantinya akan menciptakan jalur pengembangan karir berdasarkan prestasi yang dicapai oleh pustakawan. Dengan demikian pengelola perpustakaan sekolah dapat bekerja secara profesional yang berefek pada peningkatan kinerja perpustakaan sekolah.

Tenaga Perpustakaan Sekolah, Pustakawan Sekolah, Guru Pustakawan dan Pekerja Informasi Sekolah
Mari kita lihat fenomena profesi yang saya sebutkan diatas di Indonesia. Jika kita mencermati landasan hukum di atas, maka profesi yang dikenal oelh pemerintah adalah tenaga perpustakaan sekolah, bukan pustakawan sekolah, bukan guru pustakawan.

Lebih jauh lagi, mengapa sulit menyebut profesi yang mengurus kepustakawan sekolah ini dengan satu istilah saja, seperti pekerja informasi sekolah profesional, misalnya. Satu hal yang jelas adalah bahwa saat ini peran perpustakaan sekolah telah bergeser sangat tajam, dengan adanya beragam media yang menghantar informasi yang tak terukur dalam dunia di sekitar kita. Hal ini berdampak tentu saja pada sistem pendidikan sekolah, perkembangan pengetahuan, cara belajar mengajar disekolah, pendidikan di rumah, perkembangan kurikulum sekolah, peran perpustakaan sekolah dan pustakawan sekolah-nya. Itu sebabnya istilah pustakawan sekolah juga telah bergeser menjadi pekerja infomasi sekolah profesional. Bahwasanya, profesi ini tidak lagi berurusan pada benda-benda mati dalam perpustakaan, melainkan suatu benda yang bergerak dinamis yang dinamakan dengan informasi. Pekerja informasi sekolah profesional saat ini tidak saja mengurusi segala tetek bengek pengadaan, pengolah dan pelayanan sumber informasi, MELAINKAN berperan penting dalam mendidik pemakainya bagaimana mereka beriteraksi dan mendapatkan informasi yang otentik dan terpercaya. Tugas kompleks untuk membimbing siswa untuk bukan saja menjadi pandai, melainkan menanamkan gaya hidup belajar seumur hidup.

Pustakawan sekolah perlu menyadari bahwa tugas mulia menjadikan siswa menjadi pembelajar seumur hidup tidak semata-mata menjadi tugas dan bebannya sendiri. Pustakawan sekolah perlu untuk membuka wawasan dan terbuka pada mereka yang juga memiliki keahlian dan menjadi sumber informasi untuk mencapai tujuannya. Misalnya, mereka yang bergelut dalam dunia media, dapat memberi masukan tentang literasi media. Ataupun mereka yang bergerak dalam bidang dunia perbukuan, membutuhkan masukan dari pustakawan sumber-sumber informasi apa yang diperlukan bagi siswa sekolah dalam proses belajar mereka, atau bagaimana jumlah pengarang Indonesia dapat berlipat ganda dalam menghasilkan sumber-sumber informasi yang mengandung nilai-nilai lokal yang dikaitkan dalam mata pelajaran sekolah. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan menjadikan siswa menjadi pembelajar seumur hidup, pustakawan sekolah perlu mengajak unsur-unsur terkait. Inilah yang menjadi landasan APISI yang saat pertama pembentukannya menyadari bahwa pustakawan sekolah perlu menjadi poros sentral dalam merangkul dan memberdayakan insan terkait untuk mewujudkan perannya, menghasilkan para pembelajar seumur hidup.

Hal yang tidak bisa dipungkiri saat ini yang telah muncul sebagai sebuah kebutuhan dalam trend perpustakaan sekolah adalah peran mengambil bagian untuk mengajar. Peran ini berawal dari adanya kebutuhan akan pendidikan pemakai perpustakaan tentang cara memanfaatkan perpustakaan sekolahnya serta mengenal koleksi dan cara mengaksesnya. Terkait dengan bergesernya peran perpustakaan sekolah di atas, maka kegiatan mengajar ini kemudian menjadi sebuah kegiatan yang dilakukan dengan berkolaborasi dengan guru mata pelajaran tertentu. Apa yang diajarkan? hal pokok yang penting yaitu keterampilan literasi informasi.

Bicara mengajar, tentu tidak akan lepas dari suatu bidang ilmu lain, yaitu pedagogi. Ini yang menjadi titik krusial saat ini yang menjadikan profesi pustakawan dan guru menjadi setengah-setengah. Idealnya, guru pustakawan adalah mereka yang mengantungi kualifikasi ganda yaitu kualifikasi guru dan kualifikasi pustakawan, yang masing-masingnya memenuhi standard tingkat pendidikan tertentu, baik itu diploma atau sarjana.

Apapun jabatannya, apapun perannya, apapun argumentasi tentang profesi ini, semua menunjukkan bahwa profesi ini sedang menunjukkan perkembangannya.

Bagi saya pribadi, saya tetap bangga punya profesi pekerja informasi profesional sekolah.

Bagaimana dengan anda?

Comments

Anonymous said…
waoo tulisane tambah keren !